TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Supervisi
Secara
umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung
dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996).
Muninjaya
(1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan
dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). Swanburg (1990) melihat
dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan
untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan
keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan
dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi
adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas
bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam
melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006)
B.
Manfaat
dan Tujuan Supervisi
Apabila
supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2009) :
1. Supervisi
dapat meningkatkan efektifitas kerja.
Peningkatan
efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang
lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
2. Supervisi
dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja.
Peningkatan
efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana)
yang sia-sia akan dapat dicegah.Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan,
sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok
dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah
direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien,
sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan
(Suarli & Bachtiar, 2008).
C.
Frekuensi
Pelaksanaan Supervisi
Supervisi
harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya
sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/lingkungan
selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti
berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian.
Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan bawahan.Tidak ada pedoman yang pasti mengenai
berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum,
supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang
akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya
mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan.
D.
Prinsip-prinsip
Pokok dalam Supervisi
Kegiatan
supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman
yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber sumber yang
dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa
prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana
dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2009):
1. Tujuan
utama supervisi ialah untuk lebih meningkatakan kinerja bawahan, bukan untuk
mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila
ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.
2. Sejalan
dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan
suportif, bukan otoriter.
3. Supervisi
harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan
sekali bukan supervisi yang baik.
4. Supervisi
harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik
antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan
untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan.
5. Strategi
dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan
masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang
sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.
6. Supervisi
harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.
E.
Pelaksana
Supervisi
Menurut
Bactiar dan Suarly, (2009) yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi
adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan
tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan
keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi
maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau
karasteristik yang harus dimilki oleh pelaksana supervisi (supervisor).
Karasteristik yang dimaksud adalah:
1. Sebaiknya
pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila
hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang
dan tanggung jawab yang jelas.
2. Pelaksana
supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis
pekerjaan yang akan disupervisi.
3. Pelaksana
supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami
prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
4. Pelaksana
supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.
5. Pelaksana
supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.
F.
Teknik Supervisi
Tehnik
pokok supervisi pada dasarnya identik dengan tehnik penyelesaian masalah.
Bedanya pada supervisi tehnik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan
penyebab masalah menggunakan tehnik pengamatan langsung oleh pelaksana
supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam
mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi,
bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat . Dengan
perbedaan seperti ini, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang
baik ada dua hal yang perlu diperhatikan (Bachtiar dan Suarli, 2009):
1. Pengamatan
langsung
Pengamatan
langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal
lain yang harus diperhatikan.
a. Sasaran
pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan
kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang
bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan
langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan pada
sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).
b. Objektivitas
pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu
objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung
perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar
tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya.
c. Pendekatan
pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan
negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu kelancaran
pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak
sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif
dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.
2. Kerja
sama
Agar
komunonikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi
dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga
prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah
serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas secara bersama-sama.
Kemudian upaya penyelesaian masalah tersebut dilaksanakan secara bersama-sama
pula.
G.
Supervisi Keperawatan
Dalam
bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu
meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang
ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai
tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan
bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan
kecakapan para perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat
pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan
memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta
evaluasi terhadap pendokumentasian tiap-tiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan
dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi
(wiyana, 2008).
H.
Pelaksana
Supervisi Keperawatan
Materi
supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari masing-masing
staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan
keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil
atau bagian yang bertangguu ng jawab antara lain (Suyanto,2008):
1. Kepala ruangan
Bertanggung
jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada
pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat
pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak
langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan
tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode TIM, maka
kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua
tim masing-masing (Suarli dan Bahtiar , 2009).
2. Pengawas
perawatan (supervisor)
Ruang
perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungisional
(UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan
keperawatan.
3. Kepala
bidang keperawatan
Sebagai
top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang
keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau
tidak langsung melalui para pengawas keperawatan.
Mengusahakan
seoptimal mungkin kondisi kerja yang aman dan nyaman, efektif dan efesien. Oleh
karena itu tugas dari seorang supervisor adalah mengorientasikan staf dan
pelaksana keperawatan terutama pegawai baru, melatih staf dan pelaksana staf
keperawatan, memberikan pengarahan dalam pelaksanaan tugas agar menyadari,
mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan,
memberikan pelayanan bimbingan pada pelaksana keperawatan dalam memberikan
asuahan keperawatan.
I.
Sasaran
Supervisi Keperawatan
Setiap
sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan
struktur dan hirearki tugas. Sasaran
atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta
bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa
pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan
pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan
Bachtiar, 2009)
Sasaran
yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas
keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan prosedur
yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan/penyeleengan
kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008).
J.
Kompetensi
Supervisor Keperawatan
Tanggung
jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin dengan
mengkoordinasikan system kerjanya. Para supervisor mengkoordinasikan pekerjaan
karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbingan, memotivasi, dan
mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008):
1. Memberikan
pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan
pelaksana keperawatan.
2. Memberikan
saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan.
3. Memberikan
motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan
keperawatan.
4. Mampu
memahami proses kelompok (dinamika kelompok).
5. Memberikan
latihan dan bimbingan yang diperlukan
oleh staf dan pelaksana keperawatan.
6. Melakukan
penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.
7. Mengadakan
pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.
K.
Pelaksanaan
Supervisi Keperawatan
1. Tehnik Supervisi keperawatan
Supervisi
keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumbersumber yang dibutuhkan
perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat
menemukan berbagai kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui
analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif
dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan
keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan
diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006).Teknik supervisi
dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung.
a. Teknik Supervisi Secara Langsung.
Supervisi
yang dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu
supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan
pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah Bittel, 1987 (dalam Wiyana,
2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah :1) pengarahan harus lengkap
dan mudah dipahami; 2) menggunakan kata-kata yang tepat; 3) berbicara dengan
jelas dan lambat; 4) berikan arahan yang logis; 5) Hindari banyak memberikan
arahan pada satu waktu; 7) pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; 8)
Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut
Supervisi lansung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian
formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja
pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen
dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi.Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana,
2008):
1) Informasikan
kepada perawat yang akan disupervisi
bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi.
2) Lakukan
supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian.
Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat
yang mendokumentasikan.
3) Supervisor
menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu
menggunakan form A Depkes 2005.
4) Supervisor
menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen
pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan
dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes.
Mencatat
hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi.
b. Secara Tidak Langsung.
Supervisi
tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis
maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di
lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat
diberikan secara tertulis (Bittel, 1987) dalam Wiyana,2008.
Langkah-langkah
Supervisi tak langsung.
1) Lakukan
supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam
medik perawat.
2) Pilih
salah satu dokumen asuhan keperawatan.
3) Periksa
kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan
yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes.
4) Memberikan
penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada
yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang
mendokumentasikan.
5) Memberikan
catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar.
2. Prinsip Supervisi Keperawatan
Agar
seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar,
harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsipprinsip tersebut
harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan
bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat
edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu
membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam
kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu
terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif,
fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang
terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan
dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam
upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan ( Arwani,2006).
Ada
beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan (Nursallam,
2007) antara lain:
a. Supervisi
dilakukan sesuai dengan struktur organisasi,
b. Supervisi
menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar manusia
dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan,
c. Fungsi
supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui
petunjuk, peraturan urian tugas dan standard,
d. Supervisi
merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat
pelaksana.
e. Supervisi
merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik,
f. Supervisi
menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan
motivasi,
g. Supervisi
mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan
yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer.
L.
Kegiatan Rutin Supervisor
Untuk
dapat mengkoordinasikan system kerja secara efektif, para supervisor harus
melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi.
Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan
lansung suatu pekerjaan. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang
mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif
menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003). Kegiatan dalam supervisi adalah
sebagai berikut (Wiyana, 2008) :
1. Persiapan.
Kegiatan
Kepala Ruangan (supervisor) meliputi:
a. Menyusun
jadwal supervisi,
b. Menyiapkan
materi supervisi (format supervisi, pedoman pen dokumentasian).
c. Mensosialisasikan
rencana supervisi kepada perawat pelaksana
2. Pelaksanaan
supervisi.
Kegiatan
kepala ruangan (supervisor) pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi :
a. Mengucapkan
salam pada perawat yang disupervisi,
b. Membuat
kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan.
c. Bersama
perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing
tahap,
d. Mendiskusikan
pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan
keperawatan,
e. Mendiskusikan
pencapaian yangharus ditingkatkan pada masing-masing tahap,
f. Memberikan
bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan,
g. Mencatat
hasil supervisi.
3. Evaluasi.
Kegiatan
kepala ruangan (supervisor) pada tahap evaluasi meliputi:
a. Menilai
respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan
b. Memberikan
reinforcement pada perawat,
c. Menyampaikan
rencana tindak lanjut supervisi
M.
Model-model Supervisi Keperawatan
Selain
cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan
dalam kegiatan supervisi antara lain (Suyanto, 2008):
1. Model konvensional
Model
supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan
kesalahan dalam pemberian asuahan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk
mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan tugas. Model ini
sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif,
hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan
2. Model ilmiah
Supervisi
dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya
mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan
dengan model ini memilki karasteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara
berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrument dan standar supervisi
yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik
dan bimbingan.
3. Model klinis
Supervisi
model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan
profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn
keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan
pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya
dibandingkan dengan standar keperawatan.
4. Model artistic
Supervisi
model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman
sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi.
Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara
perawat dan supervisor akan terbuka dan mempermudah proses supervisi.
Daftar
Pustaka
Azwar, A.
(1996). Menuju pelayanan
kesehatan yang lebih
bermutu. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Tjiptono,
F. (2004). Prinsip-prinsip total quality service (TQS).Yogyakarta : Andi Press.
Tjong, A.E.S. (2004). Perubahan paradigma ke arah budaya melayani dalam pelayanan prima di RS. Jurnal Manajemen &
Administrasi Rumah Sakit Indonesia
Wijono, D.
(2000). Manajemen mutu
pelayanan kesehatan. Teori,
Strategi dan Aplikasi. Volume.1. Cetakan Kedua. Surabaya :
Airlangga Unniversity Press.
Yaslis, I.
(2004). Perencanaan SDM
rumah sakit. t eori,
metoda dan formula .
Depok : FKM-UI.
Nursalam, 2002. Manajemen Keperawatan :
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan :
Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Gillies, 19VIII9. Managemen Keperawatan
Suatu pendekatan Sistem, Edisi Terjemahan. Alih Bahasa Dika Sukmana dkk.
Jakarta.
FKp, 2009. Buku Panduan
Manajemen Keperawatan : Program Pendidikan Ners. Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar