TUGAS MATA
KULIAH KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
HIPERGLIKEMI HIPEROSMOTIK NON
KETOSIS
(HHNK / HONK)
Disusun Oleh
:
1303037 Vinsensius
Bate
PRODI SI
ILMU KEPERAWATAN PROGRAM B
STIKES
BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2014
HIPERGLIKEMI HIPEROSMOTIK NON KETOSIS
(HHNK / HONK)
A. PENDAHULUAN
Krisis hiperglikemik yang meliputi Keto Asidosis
Diabetik (KAD) dan Hiperglikemi Hiperosmotik Non Ketosis (HHNK / HONK)
merupakan komplikasi akut yang serius pada penderita DM. Kedaruratan ini
masih merupakan penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas penderita DM,
walaupun telah dicapai kemajuan dalam pemahaman tentang patogenesis, diagnosis
dan penatalaksanaannya.
B.
DEFINISI
1.
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari rentang kadar
puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140
– 160 mg /100 ml darah ( Elizabeth J. Corwin, 2001 ).
2.
Keto Asidosis Diabetik (KAD) merupakan kedaruratan pada
penderita diabetes melitus yang ditandai dengan adanya hiperglikemi, ketonemia dan
asidemia.
3.
Hiperglikemi Hiperosmotik Non Ketosis (HHNK)
merupakan suatu keadaan hiperglikemi dan hiperosmalalitas tanpa terdapatnya
ketosis.
C.
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian KAD diperkirakan berkisar antara 4,6
sampai 8 episode per 1000 pasien diabetes pertahun. Angka kejadian HHNK masih
sulit diperkirakan karena belum ada studi populasi tentang keadaan ini, namun
diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes yang dirawat di Rumah
Sakit.
Pengobatan penderita KAD dan HHNK akan meningkatkan
biaya perawatan penderita. Angka kematian penderita KAD kurang dari 5%
pada pusat – pusat perawatan yang berpengalaman, sedangkan angka kematian
penderita KHH masih tinggi yaitu sekitar 15%.
D.
ETIOLOGI
HHKN disebabkan oleh stres berat yang
berhubungan dengan penyakit berat seperti stroke, infark miokard, pankreatitis,
sepsis, luka bakar dan pneumonia. Seringkali HHNK merupakan akibat dari asupan
karbohidrat yang berlebihan atau pajanan
karbohidrat yang berlebihan seperti melalui suplemen diit, bantuan enteral
total melalu slang makanan atau dialisis peritoneal.
E.
FAKTOR RESIKO
Herediter, obesitas, lansia, penggunaan
obat – obatan seperti kortokosteroid, diuretik tiasid, sedatif, simpatomimetik,
dimana obat – obatan ini akan mempengaruhi metabolisme karbohidrat sehingga akan
menyebabkan gangguan glukosa.
F.
FAKTOR PENCETUS
1.
Defisiensi insulin
Pada HHNK insulin cukup untuk menekan ketosis tetapi
tidak dapat mencegah hiperglukagonemia, glikogenolisis dan glukoneogenesis,
akibatnya terjadi hiperglikemi yang menyebabkan osmotik diuresis dan banyaknya
cairan yang hilang serta kehilangan elektrolit.
2.
Kegagalan ginjal
Kegagalan ginjal dapat mencetuskan HHNK, ironisnya aliran
darah ginjal (GFR) maupun RBF menurun. Kelainan ginjal pada HHNK dapat pre
renal, renal dan post renal, akan tetapi yang jelas pasien tidak dapat
mengkompensir hiperglikemi yang terjadi.
3.
Kegagalan otak
Hiperglikemi menyebabkan terjadinya hiperosmolalitas dan
merangsang haus. HHNK banyak terjadi pada pasien tua dengan gangguan kognitif,
cerebrovaskular, demensia dan depresi.
G.
PATOFISIOLOGI
Kelainan yang mendasari kejadian HHNK adalah adanya
penurunan kerja insulin yang disertai dengan peningkatan sekresi counter – regulatory
hormones seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan Growth Hormone..
Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan counter – regulatory hormones akan
menyebabkan hiperglikemia dengan mempercepat laju glukoneogenesis (produksi
glukosa) dan glikogenolisis (pemecahan glikogen) serta melalui penurunan
penggunaan glukosa perifer. Ketika kadar glukosa darah meningkat, osmolalitas
serum juga turut meningkat, dan keadaaan ini menimbulkan suatu gradien osmotik
yang menyebabkan perpindahan cairan dari kompartemen cairan intra sel ke
kompartemen cairan intra vaskuler, sehingga terjadi dehidrasi intra sel.
Pada KAD hormon kontra regulatotor mengaktifkan lipolisis
(pemecahan lemak). Enzim lipase yang sensitif hormon menyebabkan pemecahan
trigliserida sehingga terjadi pelepasan asam lemak bebas. Hati mengambil asam
lemak bebas tersebut dan mengubahnya menjadi badan keton, suatu proses yang
terutama distimulasi oleh hormon glukagon. Badan keton didapar oleh bikarbonat,
namun produksi badan keton melebihi kadar bikarbonat sehingga terjadi ketosis,
yang merupakan keadaan asidosis metabolik.
Pada HHNK ketosis bukan merupakan ciri khas. Penyebab
tidak terjadinya ketosis belum jelas kendati faktor yang meliputi rendahnya
kadar asam lemak bebas dan tingginya kadar simpanan insulin endogen merupakan
dua hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan hal tersebut.
↑ hormon
kontraregulator
|
Diuresis osmotik
|
↑ glikogenolisis
& glukoneogenesis
|
Hiperglikemi
|
Glikosuria
|
↑ osmolalitas
serum
|
↑
lipolisis
|
↑
oksidasi asam lemak di dalam hati menjadi badan keton
|
↑
pelepasan asam lemak bebas ke dalam sirkulasi dari jaringan adiposa
|
Defisiensi insulin absolut atau relatif
|
↑
kotogenesis
|
Dehidrasi seluler
|
Perpindahan cairan dari kompartemen cairan intrasel
ke kompartemen cairan ekstrasel
|
Penggunaan
perifer
|
Hanya pada KAD
|
Ketonuria
|
Poliuria
|
Kehilangan
elektrolit
|
Polidipsi
|
↑
hemokonsentrasi
|
Volume
sirkulasi
|
Perubahan status kejiwaan
|
Asidosis
|
H.
TANDA DAN GEJALA
1. Tanda vital :
a. Nadi : takikardi
b. Tekanan darah : sistolik rendah, hipotensi ortostatik
c. Pernapasan : cepat dan dangkal (bukan kussmaul), tidak ada napas berbau
keton
d. Suhu : normal atau meningkat, bergantung pada proses yang mendasari.
2. Tanda klinis :
a. Glukosa
Plasma : > 800 mg/dl
b. pH arteri :
normal sampai asidosis ringan
c. Bikarbonat
Serum : 22 – 26 mEq/L
d. Keton urin :
sedikit / negative
e. Keton serum :
sedikit / negative
f. Osmolalitas serum
efektif : 320 – 350 mOsm/L
g. Anion gap : <12
h. BUN : Rata –
rata 65 mg/dl
i.
Natrium serum : 145 mEg/L
3. Neurologis :
a. Perubahan status mental
b. Tanda neurologis vokal mungkin ditemukan
4. Kulit :
a. Pucat, kering disertai turgor kulit menurun
b. Membran bukal kering
c. Lidah kering
5. Kardiovaskuler :
a. Denyut nadi lemah dan hampir tidak teraba
b. Capilarry refill > 3 detik
I.
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan darah
a. Pemeriksaan
kadar glukosa darah plasma, ureum, kreatinin dan keton serum, osmolalitas, analisa gas darah, darah lengkap.
b. Elektrolit,
c. Pemeriksaan
HbA1C bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut dari krisis hiperglikemi
ini terjadi akibat kulminasi dari proses perjalanan penyakit DM yang tidak
terdiagnosis sebelumnya atau tidak terkontrol baik atau murni merupakan episode
akut dari DM yang selama ini terkontrol baik.
2. Pemeriksaan
urine : urinalisis, keton urin
3. Pemeriksaan
serologi
Biakan urine, darah dan usap tenggorok dilakukan untuk
pertimbangan pemberian antibiotika yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab
infeksi.
4. Pemeriksaan radiologi : Elektrokardiografi
J.
PENATALAKSANAAN
Terapi HHNK ditujukan untuk mengoreksi penurunan
volume, mengendalikan hiperglikemi dan mengidentifikasi penyebab mendasar HHNK
dan mengobatinya.
Prinsip pengobatan KHH meliputi
:
1.
Koreksi terhadap :
a.
Dehidrasi
b.
Hiperglikemi
c.
Gangguan keseimbangan elektrolit
2.
Pengenalan dan pengobatan terhadap faktor pencetus
3.
Follow up yang ketat
Terapi cairan
Terapi cairan initial / awal dimaksudkan untuk
memperbaiki volume cairan intra dan ekstravaskuler serta memperbaiki perfusi
ginjal. Bila tidak ada kelainan / gangguan fungsi jantung, diberikan
cairan isotonis NaCl 0,9 % dengan kecepatan 15 sampai 20 ml/kgBB/jam. Pada
1 jam pertama tetesan cairan dipercepat (1 – 1,5 liter). Pada jam
berikutnya, terapi cairan tergantung derajat dehidrasi, kadar elektrolit serum
dan diuresis (jumlah urin).
Secara umum, infus 0,45% NaCl dengan dosis 4-14
ml/kgBB/jam dapat diberikan bila kadar Na serum normal atau meningkat. Bila
kadar Na rendah, diberikan 0,9% NaCl dengan kecepatan yang sama. Setelah fungsi
ginjal membaik, terlihat dengan adanya diuresis, segera diberikan infus Kalium
sebanyak 20 – 30 mEq/l sampai kondisi pasien stabil dan dapat menerima suplemen
Kalium oral.
Terapi Insulin
Regular Insulin (RI) melalui
infus intravena berkesinambungan merupakan terapi pilihan. Dosis rendah ini
biasanya dapat menurunkan kadar glukosa plasma sebesar 50 – 75 mg/dl per
jam, sama seperti pada pemberian regimen insulin dgn dosis yang lebih tinggi.
Bila kadar glukosa plasma tidak turun sebesar 50 mg/dl dari kadar awal, periksa
keadaan hidrasi pasien. Infus insulin dapat ditingkatkan 2 kali lipat setiap
jam sampai kadar glukosa plasma turun antara 50 sampai 75 mg/dl per jam. Bila
kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dl pada KAD atau 300 mg/dl pada KHH, dosis
insulin diturunkan menjadi 0,05-0,1 UI/kgBB/jam (3-6 UI/jam) dan pemberian
Dextrose (5-10%). Selanjutnya kecepatan insulin atau konsentrasi Dextrose
disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa plasma normal sampai gangguan
mental dan keadaan hiperosmolar pada HHNK dapat diatasi.
Selama pengobatan HHNK, darah
sebaiknya diperiksa setiap 2 – 4 jam untuk menentukan kadar elektrolit serum,
glukosa, ureum, kreatinin, osmolalitas dan pH darah vena.
Kalium
Terapi insulin, koreksi
terhadap asidosis dan penambahan cairan dapat menurunkan kadar kalium serum.
Untuk mencegah hipokalemi, penambahan kalium hendaklah dimulai bila kadar
kalium serum turun dibawah 5,5 mEq/l dengan syarat bila sudah terjadi diuresis.
Umumnya pemberian Kalium sebanyak 20-30 mEq (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) dalam setiap
liter cairan infus sudah cukup untuk mempertahankan kadar Kalium serum dalam
batas normal (4 – 5 mEq/l). Bila terjadi hipokalemi berat hendaklah dimulai
bersamaan dengan terapi cairan dan terapi insulin ditunda dulu sampai kadar
kalium mencapai > 3,3 mEq/l, untuk mencegah terjadinya aritmia atau cardiac
arrest dan kelemahan otot pernafasan.
Penatalaksanaan
HHNK pada orang dewasa menurut rekomendasi American Diabetes Association (ADA)
dapat dilihat pada diagram sebagai berikut :
K.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering dari HHNK adalah :
1.
Hipoglikemi karena dosis insulin yang berlebihan
2.
Hipokalemi akibat pemberian insulin dan pengobatan
asidosis dengan bikarbonat
3.
Hiperglikemi akibat penghentian terapi insulin intravena
setelah penyembuhan tanpa dilanjutkan dengan insulin subkutan
4.
Defisit neurologis
: kejang, hemiparese, defisit sensori, koma.
5.
Syok hipovolemi
6.
Gagal ginjal
7.
Tromboemboli vena
L.
PROGNOSIS
Prognosis semakin buruk dengan semakin bertambahnya usia
dan dengan adanya penurunan kesadaran dan hipotensi.
M.
PENCEGAHAN
Kebanyakan kasus HHNK dapat dicegah melalui akses yang
lebih baik terhadap pusat pelayanan kesehatan serta edukasi yang baik dan
komunikasi yang efektif dengan perawat kesehatan. Hal yang paling penting
adalah bahwa pasien hendaklah dinasihati jangan menghentikan insulin dan segera
memeriksakan diri kedokter apabila mengalami sakit. Keberhasilan
penatalaksanaan hari sakit (sick
day management) tergantung dari keterlibatan anggota keluarga. Pasien
dan keluarganya harus bisa melakukan pengukuran kadar glukosa darah,
memeriksa keton urin, penyuntikan insulin, mengukur suhu tubuh, memeriksa
denyut nadi dan frekuensi pernafasan, menimbang berat badan dan melakukan
komunikasi dengan dokter yang merawat.
N.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HHNK
1.
Pengkajian
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
:
Proses terjadinya KHH biasanya mulai terjadi dalam
beberapa hari. Walaupun gejala – gejala dari DM yang tidak terkontrol baik
dapat terjadi dalam beberapa hari, perubahan metabolik yang khas dari
KAD biasanya terjadi dalam waktu yang singkat (kurang dari 24 jam).
Dapat ditemui gambaran klinis yang klasik meliputi :
a.
Poliuri, polidipsi dan polifagi
b.
Penurunan BB dalam waktu singkat
c.
Mual muntah
d.
Nyeri perut
e.
Dehidrasi
f.
Badan lemas
g.
Penglihatan kabur
h.
Gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan :
a.
Turgor yang kurang, bibir dan kulit kering
c.
Hipotensi
d.
Syok hipovolemik
e.
Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
2.
Diagnosa keperawatan :
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, ketidakmampuan mengkonsumsi cairan per oral, mual, muntah
b.
Resiko cedera berhubungan dengan perubahan tingkat
kesadaran sekunder akibat insufisiensi insulin, edema cerebral atau dehidrasi
seluler
c.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh
d.
Resiko ketidakefektifan perlindungan diri
e.
Resiko gangguan proses keluarga
f.
PK : Hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit
g.
PK : Hiperglikemia, kejang
DAFTAR PUSTAKA
Rab, Tabrani, 1998, Agenda Gawat Darurat (Critical Care).
Jilid 2. Bandung : PT Alumni
Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis.
Edisi 3. Jakarta : EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi : Aplikasi pada
Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Gonce Morton, Patricia, 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holostik, Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar