ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN
DENGAN PERITONITIS
- Vinsensius Bate
SEMESTER II PROGRAM
STUDI S1 JALUR B KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2014
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
1.
Definisi
Peritonitis
adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi rongga abdomen. Peritonitis
biasanya terjadi akibat masunya bakteri dari saluran cerna atau organ-organ
abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu
organ. (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang
biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme yang berasal dari
penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita
(Baugman dan Hackley, 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
peritonitis adalah radang selaput perut atau inflamasi peritoneum baik bersifat
primer atau sekunder, akut atau kronis yang disebabkan oleh kontaminasi isi
usus, bakteri atau kimia.
2.
Anatomi Fisiologi
Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga mulut, esofagus,
lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi :
1. Rongga mulut
Rongga mulut merupakan awal saluran
pencernaan, proses pencernaan dimulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan
dipecah ke dalam partikel kecil dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Di
dalam mulut terdapat saliva yang mengandung mukus yang fungsinya membantu
melumasi makanan saat dikunyah. Kemudian saat makanan ditelan epiglotis
bergerak menutup lubang trakea untuk mencegah terjadinya aspirasi makanan ke
paru-paru sehingga mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esofagus.
2. Esofagus
Esofagus memiliki panjang +
25 cm dan terletak di mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Otot halus di dinding
esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah lambung untuk
mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses peristaltik esofagus,
sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk ke lambung
kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi
lambung ke dalam esofagus.
3. Lambung
Lambung terletak di bagian atas
abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri.
Lambung adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan kapasitas +
1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian
yaitu kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi
cairan yang sangat asam, cairan ini mempunyai pH serendah 1 dan memperoleh
keasamannya dari asam hidrochlorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung.
Fungsi sekresi asam untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat
diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri pencernaan. Lambung dapat
menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.
4. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum,
memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran pencernaan. Bagian permukaan
usus halus untuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu
:
a. Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama usus
halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi
kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum
pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika 10 cm dari pilorus.
b. Yeyunum
Yeyunum menempati 2/5 sebelah atas
dari usus halus.
c. Ileum
Ileum menempati 3/5 akhir dari usus
halus.
Dinding usus halus terdiri atas 4
lapisan yang sama dengan lambung yaitu
a. Dinding lapisan luar adalah membran
serosa, yaitu peritoneum yang membalut usus dengan erat.
b. Dinding lapisan berotot terdiri atas
2 lapisan serabut yaitu lapisan luar terdiri atas serabut longitudinal, dan di
bawahnya yaitu lapisan tebal terdiri dari atas serabut sirkuler. Diantara kedua
lapisan serabut berotot terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe dan plexus
saraf.
c. Dinding sub mukosa, terdapat antara
otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding
sub mukosa ini terdiri dari jaringan areolar dan berisi banyak pembuluh darah,
saluran limfe, kelenjar dan plexus saraf yang disebut plexus meissner. Di dalam
duodenum terdapat kelenjar bruner yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali
yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang
asam.
Di
dalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak leukosit juga
terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar soliter. Di dalam
ileum terdapat kelompok-kelompok nodula, membentuk tumpukan kelenjar peyer dan
dapat berisi 20-30 kelenjar soliter yang panjangnya 1 cm sampai beberapa cm.
Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat
peradangan pada demam usus atau tifoid.
Fungsi usus halus adalah mencerna
dan mengabsorbsi khime dari lambung isi duodenum yaitu alkali.
Empedu
Empedu
diperlukan untuk pencernaan lemak yang diemulsikan untuk membantu kerja lipase.
Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan yang keluar dari lambung yang asam
menjadi netral.
Garam
Empedu mengurangi tegangan permukaan isi usus dan membantu membentuk emulsi
dari lemak yang dimakan.
Pankreas
Getah
pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memecah atas 3 jenis makanan.
Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi disakharida.
Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak.
Tripsin, merupakan enzim pembeku susu mengubah protein menjadi pepton.
5. Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki
panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik terjadi ketika makanan masuk
lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar. Refleks ini
menyebabkan defekasi atau pembuangan air besar.
Dalam 4 jam setelah makan, materi
sisa residu melewati ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal
kolon melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu
mencegah isi colon mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah
komponen utama dari isi usus besar. Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan
materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa
mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan bikarbonat yang
bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang terbentuk melalui kerja
bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa colon dari isi interluminal dan
juga memberikan perlekatan untuk massa fekal.
Aktifitas peristaltik yang lemah
menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Gelombang
peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi
secara umum setelah makanan lain dimakan, bila hormon perangsang usus
dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus,
biasanya dalam 12 jam. sebanyak seperempat dari materi sisa dari makanan
mungkin tetap berada di rektum selama 3 hari setelah makanan dicerna.
6. Rektum : Defekasi, Faeces dan Flatus
Rektum terletak 10 cm di bawah dari
usus besar dimulai pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal.
Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan
eksternal. Rektum serupa dengan kolon tetapi dindingnya yang berotot lebih
tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut
kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran
anus ini serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus internal.
Sel-sel yang melapisi saluran anus berubah sifatnya epitelium bergaris
menggantikan sel-sel silinder. Sfingter eksterna menjaga saluran anus dan
orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.
3.
Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari
peritonitis antara lain :
a. Infeksi
bakteri :
Organisme
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ
reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. coli,
klebsiella, proteus, dan pseudomonas.
b. Sumber
eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau inflamasi yang luas yang berasal dari
organ diluar peritoneum seperti ginjal.
c. Penyakit
gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi
usus, trauma abdomen (luka
tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan ) atau pembedahan gastrointestinal..
d. Proses bedah abdominal dan dialisis
peritoneal.
4.
Patofisiologi
Disebabkan
oleh kebocoren dari organ abdomen
kedalam rongga abdomen bisanya sebagai akibat dari inflamasi,infeksi,iskemia,
trauma atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan
edema jaringan, dan dalam waktu yang singkat terjadi eksudasi cairan. cairan
dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan protein, sel darah putih,
debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah
hipermotilitas, diikut oleh oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan
cairan dalam usus.
Peritonitis
menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari system pertahanan tubuh, sengan cara ini akan terikat bakteri
dalam jumlah yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada
peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi
pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen
yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak
mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan
membentuk kompartemen yang dikenal sebagai abses.
Masuknya
bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling
sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien
yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena
virulensi kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan
bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur.
Bagan Patofisiologi
Bakteri
|
Streptokokus dan stapilokok eksternal
|
Masuk saluran cerna
|
Peradangan sluran cerna
|
Keluarnya enzim pancreas, asam lambung,
empedu
|
Benda asing, dialysis, tumor
|
Cedera perforasi saluran cerna
|
Masuk ke ginjal
|
Peradangan ginjal
|
Port de entre benda asing, bakteri
|
Adanya inflamasi,
infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor
|
Kebocoran isis dari organ abdomen kedalam
rongga abdomen tumor
|
Terjadi poliferasi bakteri, edema jaringan
dan eksudasi cairan tumor
|
Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh
dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan
darah
|
Hipermotilitas, ileus paralitik, akumulasi
cairan dan udara dalam usus
|
Absorpsi menurun
|
PERITONITIS
|
Fase penyembuhan
|
Perlekatan fibrosa
|
Refluks makan keatas
|
Mual, muntah, anoreksia
|
Obstruksi usus
|
Merangsang aktivitas parasimpatik
|
Diare
|
Kekurangan volume cairan
|
Merangsang pusat nyeri
|
Nyeri
|
Perangsang pirogen di hipotalamus
|
Hipertermi
|
PERITONITIS
|
Intake inadekuat
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
5.
Klasifikasi
Berdasarkan
pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
a.
Peritonitis
bacterial primer
Akibat
kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak
ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E.coli, Streotokokus atau Pneumococus, peritonitis ini dibagi menjadi
dua yaitu:
·
Spesifik
: Seperti Tuberculosa.
·
Non-spesifik
: Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.
Factor yang beresiko pada peritonitis ini
adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b.
Peritonitis
bacterial akut sekunder(supurative)
Peritonitis
yang mengikuti suatu infeksi akaut atau perforasi traktus gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umunya organism tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multiple organism dapat memperberat
terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Luas dan lama
kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat peritonitis. Kuman dapat
berasal:
·
Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman
dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
·
Perforasi
organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi usus
sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi
organ-organ intra abdominal, misalnya
appendicitis.
c.
Peritonitis
Tersier
Peritonitis
ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Yang
disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah
lambung, getah pancreas, dan urine.
d.
Peritonitis
bentuk lain
6.
Manifestasi Klinis
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis
pada penderita peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Nyeri terutama diatas daerah yang
meradang.
b. Peningkatan kecepatan denyut
jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan kedalam peritoneum.
c. Mual dan muntah.
d. Abdomen yang kaku.
e. Ileus paralitik (paralisis saluran
cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap trauma atau peradangan)
muncul pada awal peritonitis.
f. Tanda-tanda umum peradangan
misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan takikardia.
g. Rasa
sakit pada daerah abdomen
h. Dehidrasi
i.
Lemas
j.
Nyeri tekan pada daerah abdomen
k. Bising
usus berkurang atau menghilang
l.
Nafas dangkal
m. Tekanan
darah menurun
n. Nadi
kecil dan cepat
o. Berkeringat
dingin
p. Pekak
hati menghilang
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Menurut
Doengoes, Moorhouse, dan
Geissler (1999), pemeriksaan diagnostic pada peritonitis adalah sebagai berikut
:
a. Pemeriksaan darah lengkap : sel
darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari 20.000 /mm3. Sel
darah merah mungkin meningkat menunjukan hemokonsentrasi.
b. Albumin
serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
c. Amylase
serum biasanya meningkat.
d. Elektrolit serum, hipokalemia
mungkin ada.
e. Kultur, organisme penyebab mungkin
teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau cairan asites.
f. Pemeriksaan foto abdominal, dapat
menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi visera sebagai etiologi, udara
bebas akan ditemukan pada abdomen.
g. Foto dada, dapat menyatakan peninggian
diafragma.
h. Parasentesis, contoh cairan
peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat, amilase, empedu, dan kreatinin.
8.
Komplikasi
a. Septikemia dan syok septic.
b. Syok hipovelmia.
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang
tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system.
d. Abses residual intraperitoneal
e. Eviserasi luka.
f. Obstruksi usus
g. Oliguri
9.
Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001),
penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Penggantian cairan, koloid dan
elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.
b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual
dan muntah.
c. Intubasi dan penghisap usus untuk
menghilangkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen dengan nasal kanul
atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
e. Kadang dilakukan intubasi jalan
napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
f. Therapi antibiotik masif (sepsis
merupakan penyebab kematian utama).
g. Tindakan pembedahan diarahkan pada
eksisi ( appendks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase (
abses ).
h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi
fekal
10.
Pencegahan
Pencegahan peritonitis
adalah dengan menjaga kebersihan diri yang baik
11.
Prognosis
Menurut
Sylvia Price dan Lorraine (2005) penyakit ini baik pada peritonitis loal dan
ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada peritonitis generalisata
yang disebabkan oleh organisme virulens.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
- Pengkajian
1.
Pola persepsi dan pemiliharaan kesehatan
a.
Riwayat operasi.
b.
Riwayat sakit berat.
c.
Perilaku mencari bantuan
2.
Pola nutrisi metabolik
a.
Kebiasaan makan rendah serat
b.
Makanan pedas
c.
Pola makan tidak teratur
d.
Mual
e.
Muntah
f.
;’’Anoreksia
g.
Distensi
3.
Pola eliminasi
a.
Konstipasi
b.
Diare
4.
Pola aktivitas dan latihan
a.
Kurang aktivitas
b.
Kebiasaan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
5.
Pola tidur istirahat
a.
Kebiasan tidur (berapa lama)
b.
Kebiasaan sebelum tidur
c.
Gangguan tidur
6.
Pola persepsi kognitif
a.
Cara pasien mengatasi nyeri.
b.
Kurang pengetahuan tentang penyakitnya
7.
Pola persepsi diri dan konsep diri
a.
Gangguan harga diri
8.
Pola peran hubungan sesama
b.
Interaksi dengan lingkungan sekitar.
c.
Gangguan penampilan peran
9.
Pola reproduksi seksual
a.
Perubahan pola seksual.
b.
Jumlah anak.
c.
Libido meningkat atau menurun.
10. Pola
koping-toleransi terhadap stres
a.
Perepsi penerimaan kesehatan.
b.
Gangguan penyesuian diri
11. Pola
nilai kepercayaan
a.
Berdoa.
b.
Sarana ibadah (Kitab Suci)
Menurut
Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada penderita dengan
peritonitis adalah sebagai berikut :
·
Aktivitas/Istirahat
Gejala
: Kelemahan.
Tanda :
Kesulitan ambulasi.
·
Sirkulasi
Gejala : Takikardia,
berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).
Edema jaringan.
·
Eliminasi
Gejala :
Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).
Tanda :
Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak
ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar
(obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus), hilang suara pekak diatas hati (udara
bebas dalam abdomen).
·
Makanan/Cairan
Gejala :
Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda :
Muntah proyektil.
Membran mukosa kering, lidah
bengkak, turgor kulit buruk.
·
Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal,
menyebar ke bahu, terus menerus oleh gerakan.
Tanda :
Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut
fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
·
Pernapasan
Gejala :
Pernapasan dangkal, takipnea.
·
Keamanan
Gejala :
Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca melahirkan,
abses peritoneal.
- Diagnosa Keperawatan
Pre- Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan
penumpukan cairan di dalam cavum peritoneal / abdomen.
2. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan ekstraseluler,
intravaskuler dan area interstisial kedalam usus dan/atau area peritoneal
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mualk, muntah, gangguan
fungsi usus, puasa.
4. Ansietas berhubungan dengan kritis
situasi, ancaman kematian, status hipermetabolik.
5. Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Post-Operasi
1. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan efek luka pembedahan.
C. Perencaan Keperawatan
- Nyeri yang berhubungan dengan penumpukan cairan di dalam cavum peritoneal / abdomen.
Tujuan : nyeri pasien
terkontrol setelah diberi tindakan keperawatan.
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang /
terkontrol.
b. Ekspresi wajah pasien tempak rileks.
Rencana Keperawatan :
1) Kaji ulang keluhan nyeri pasien
meliputi intensitas, karakteristik, lokasi.
R/
Perubahan lokasi, intensitas nyeri menggambarkan ke arah komplikasi. Nyeri cenderung menjadi menetap,
lebih hebat dan menyebar ke seluruh abdomen sehingga mempercepat proses
peradangan. Nyeri dapat terlokalisasi bila terjadi abses.
2) Observasi tanda-tanda vital
R/ Nyeri hebat ditandai
dengan peningkatan TD dan nadi.
3) Ajarkan tehnik relaksasi yang sesuai
dan anjurkan pasien untuk melakukannya bila nyeri timbul.
R/ Relaksasi mempermudah
istrahat dan memperbaiki respon terhadap nyeri.
4) Pertahanka posisi semi fowler sesuai
kebutuhan.
R/ Memudahkan cairan
dalam kavum abdomen ke bawah mengikuti gaya gravitasi, mengurangi gannguan
dafragma / ketegangan abdomen dan mengurangi nyeri.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy analgetika.
R / Therapi analgetik
menurunkan ambang rasa nyeri, sehingga menutupi rasa sakit selama poses
penegakan diagnosa.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan perpindahan cairan ekstraseluler, intravaskuler dan area interstisial
kedalam usus dan/atau area peritoneal.
Tujuan : Terjadinya keseimbangan cairan.
Hasil yang diharapkan :
a. Haluaran urin adekuat dengan berat jenis
urin stabil.
b. Tanda vital stabil.
c. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
dan pengisian kapiler meningkat, dan berat badan dalam rentang normal.
Rencana Keperawatan :
1) Pantau tanda vital, catat adanya
hipotensi, takikardia, takipnea, demam.
R/ Membantu
dalam evaluasi derajat deficit cairan/keefektifan penggantian terapi cairan dan
respon terhadap pengobatan.
2) Pertahankan masukan dan haluaran
yang akurat dan hubungkan dengan berat badan harian.
R/ Menunjukan status hidrasi
keseluruhan.
3) Observasi kulit/membran mukosa
untuk kekeringan, turgor. Catat edema perifer/sakral.
R/ Hipovolemia, perpindahan
cairan, dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema
jaringan.
4) Ubah posisi dengan sering, berikan
perawatan kulit dengan sering dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas
lipatan.
R/ Jaringan edema dan adanya gangguan sirkulasi
cenderung merusak kulit.
5) Kolaborasi : Awasi pemerikasaan
laboratorium, contoh Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
R/ Memberikan informasi tentang
hidrasi, fungsi organ.
6) Berikan plasma/darah, cairan,
elektrolit, diuretik sesuai indikasi.
R/ Mengisi/mempertahankan volume
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
7) Pertahankan puasa dengan aspirasi
nasogastrik/intestinal.
R/ Menurunkan hiperaktivitas usus
dan kehilangan dari usus.
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan mualk, muntah, gangguan fungsi usus,
puasa.
Tujuan : Pemenuhan
nutrisi pasien adekuat setelah diberi tindakan keperawatan
Hasil
yang diharapkan :
a. Keseimbangan nutrisi terpenuhi.
b. Tidak mengalami penurunan berat
badan.
c. Pasien dapat menghabiskan porsi
makan yang disediakan.
Rencana tindakan :
1) Kaji bising usus dan adanya flatus.
R/ Menilai fungsi usus
normal / tidak.
2) monitor muntah, pengeluaran cairan
melalui NGT (bila digunakan).
R/
Muntah atau pengeluaran cairan NGT yang banyak menandakan obstruksi usus yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
3) Jelaskan pada pasien pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
R/
Nutrisi penting bagi metabolisme tubuh dan membantu dalam proses penyembuhan.
4) Berikan nutrisi per parenteral
sesuai instruksi.
R/
Membantu pemberian nutrisi sehungga kebutuhan nutrisi pasien tetap terpenuhi.
5) Timbang BB tiap hari.
R/ Mengetahui perubahan
status nutrisi pasien.
6) Kolaborasi dengan dokter dan ahli
gizi dalam pemberian diet pasien.
R/ Diet yang tepat dan
bertahap mengurangi resiko gangguan lambung dan mencegah komplikasi.
4. Ansietas berhubungan dengan kritis situasi, ancaman kematian, status
hipermetabolik.
Tujuan : Ansietas menurun sampai
tingkat dapat ditoleransi dan klien
tampak rileks.
Rencana Tindakan :
1) Evaluasi tingkat ansietas, catat
respon verbal dan non-verbal pasien.
R/ Ketakutan dapat terjadi karena
nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit.
2) Berikan informasi tentang proses
penyakit dan antisipasi tindakan.
R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat
menurunkan ansietas.
3) Jadwalkan istirahat adekuat dan
periode menghentikan tidur.
R/ Membatasi kelemahan, menghemat
energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
5. Kurang pengetahuan ( kebutuhan
belajar ) tentang perawatan dirumah yang berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah setelah diberi
tindakan keperawatan.
Hasil Yang Diharapkan :
a. Pasien mengatakan mengerti tentang perawatan
di rumah dan tidak lanjutnya.
b. Pasien ikut berpartisipasi dalam
proses perawatan.
Rencana
tindakan :
1) Kaji kembali hal – hal yang mendasar
tentang proses penyakit dan harapan kesembuhan.
R/
Memberikan pengetahuan dasar sehingga pasien dapat membuat pilihan
terhadap informasi yang diberikan
2) Ajarkan perawatan luka secara bersih
dan kering.
R/
Mengurangi resiko terkontaminasi, memberi kesempatan dalam mengevakuasi
dalam proses penyembuhan.
3) Jelaskan kebutuhan latihan dan
istirahat yang seimbang, hindari latihan fisik yang berat.
R/
Latihan dan istirahat yang seimbang mecegah keletihan dan mengindari hal
– hal yang meningkatkan tekanan intra abdomen dan ketegagan otot.
4) Diskusikan hal – hal yang
membutuhkan evaluasi medik seperti : gejala infeksi luka, demam, muntah, nyeri
abdomen dan eliminasi.
R/
Diketahuinya gejala secepat mungkin dan pengobatan pada komplikasi yang
berkembang dapat mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius.
5) Diskusikan dengan pasien cara
pengobatan , jadwalnya dan kemungkinan efek samping obat.
R/
Pengobatan yang tepat mempecepat penyembuhan.antibiotik dapat diteruskan
setelah keluar dari RS, tergantung berapa lama sudah diberi sebelumnya.
Post-Operasi
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek luka pembedahan
Tujuan :
integritas kulit pasien kembali adekuat setelah diberi tindakan
keperawatan.
Hasil Yang Di harapkan :
a.
Luka
tampak mongering dan menunjukan tanda – tanda kesembuhan.
b.
Tidak
ada tanda –tanda infeksi.
Rencana tidakan :
1) Kaji keadaan luka dan tanda – tanda peradangan.
R/ Adanya tnda peradangan menunjukan keadaan
luka belum sembuh.
2) Anjurkan pasien untuk menjaga
kebersihan daerah sekitar luka. R/ Kebersihan membantu mencegah terjadinya
infeksi.
3) Rawat luka secara aspetik dan
antiseptik.
R/ Perawatan luka dengan tepat mencegah
penyebaran infeksi dan mempercepat proses penyembuhan luka .
4) Beri makanan berkualitas secara
bertahap.
R/ Makanan yang berkualitas mempercepat
penyembuhan
5) Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian anti biotik.
R/
Therapi antibiotik membantu pemnyembuhan dan mencgah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Carpenito,
Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta
: EGC
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta : Penerbit PT. Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar