ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
THALASSEMIA
Vinsensius
Bate: Manggarai,NTT
A.
KONSEP DASAR MEDIK
1.
Pengertian
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan
secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (medicastore, 2004).
2.
Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang
diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik,
dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur
eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur
eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino
rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lainnya.
3.
Klasifikasi
Secara
molekuler, talasemia dibedakan atas:
1)
Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai
alfa)
2)
Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai
beta)
3)
Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan
rantai beta dan delta)
4)
talasemia delta (gangguan pembentukan rantai
delta).
Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1)
Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2
gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
2)
Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1
gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.
4.
Patofisiologi
Mengenai dasar kelainan pada thalasemia
berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen
(terhapus karena kecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer globin,
sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
Pada thalasemia beta produksi rantai beta
terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF
tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih
banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai
globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada
dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit
memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit,
dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan
prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek
serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Thalasemia dan
hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan
hanya satu gen.

5.
Manifestasi klinis
Bayi
baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan
pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit
ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan
terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat
disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat
hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis
yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat
menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan
kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan
epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi
peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5
tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat
timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin
(keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas
(diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal
jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat
dilihat antara lain:
1)
Letargi
2)
Pucat
3)
Kelemahan
4)
Anoreksia
5)
Sesak nafas
6)
Tebalnya tulang cranial
7)
Pembesaran limpa
8)
Menipisnya tulang kartilago
6.
Komplikasi
Pada
talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat.
Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup
sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi
darah pun bukan tanpa risiko. “Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah
donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi
transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan
transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi
karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. “Karena
jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana.”
Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit
zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin
sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi
pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal,
maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga
bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. “Jadi, ironisnya,
penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung
fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal
dapat berlangsung progresif . komplikasi lain :
1)
Infark tulang
2)
Nekrosis
3)
Asteomilitis
4)
Hematuria sering berulang-ulang
5)
Thalasemia Beta intermedia
6)
Perubahan tulang
7)
Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan
8)
Luka di kaki
9)
Defisiensi folat
10)
Anemia progresif
11)
Hemosiderosis
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi
1)
Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit
tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
2)
Hapusan darah tepi : hipokrom
mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
3)
Fungsi sum sum tulang : hyperplasia
normoblastik
4)
Kadar besi serum meningkat
5)
Bilirubin indirect meningkat
6)
Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
7)
Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
8.
Penatalaksanaan
Pemberian
tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah
(kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai
kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan
hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe
dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari
dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh
diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau
intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum
di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi,
biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi
kontra indikasi terhadap preparat besi.
Treatment thalasemia dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain :
1)
Tranfusi darah, PRC 10-15cc/kgBB/3-4jam dengan
tujuan mempertahankan HB 6-8 g% s/d10-11 g%
2)
Medikamentosa, Asam folat 2 x 1mg/hari, Vitamin
E 2 x 20mm IU/hari, Vitamin C 2-3 mg/kg/hari,Kelas besi
3)
Nutrisi, hindari bahan makanan kaya zat besi
terutama daging daging merah dan jeroan,alkohol.
4)
Therapi psikososial, pasien, orang tua, dan
keluarga lain
5)
Splenektomi, syarat usia >5tahun, imunisasi
pre op
6)
Monitoring , monitoring efek samping kelas
besi. THT 1x/th, Mata 1x/th, Feritin setiap 3 bulan, foto tulang panjang +
vertebra +bone age 1x/tahun
7)
Monitoring fungsi organ akibat iron overload
9. Penegakan diagnosis
1)
Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan
darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut :
a.
Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk
secara sempurna )
b.
Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
c.
Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah
yang tidak normal
d.
Pada sel target terdapat tragmentasi dan
banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
2)
Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6
mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100
hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah
10. Prognosis
1) Talasemia Beta
prognosis pada pasien
yang tidak mendapat tranfusi adekuat, sangat buruk. Tanpa tranfusi sama sekali
mereka akan meninggal pada usia dua tahun
3)
Tanpa tindakan invasif (cangkok sum-sum
tulang) meskipun dilakukan tranfusi dengan adekuat, penderita akan meniggal
pada usia 14-15 tahunoleh karena pneumonia atau gagal jantung
4)
Bila berhasil mencapai pubertas, mereka akan
mengalami komplikasi akibat hemosiderosis, sama dengan pasien yang cukup
mendapat tranfusi tetapi kurang mendapat kelas besi.
11. Pencegahan
1)
Retrospektif
2)
Skrining pada anggota keluarga lain dengan
riwayat menderita talasemia
3)
Prospektif
4)
Sosialisasi penyakit talasemia kepada
masyarakat
5)
Deteksi pada kelompok tertentu
6)
Konseling pernikahan
7)
Diagnosis prenatal pada pasangan resiko tinggi
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1)
Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2) Umur
Pada
thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 –
6 tahun.
3)
Riwayat kesehatan anak
Anak
cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4)
Pertumbuhan dan perkembangan
Sering
didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5) Pola
makan
Karena
adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6)
Pola aktivitas
Anak
terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7)
Riwayat kesehatan keluarga
Karena
merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan
8) Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care – ANC)
Selama Masa
Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9) Data keadaan
fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a.
Keadaan umum
Anak
biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b.
Kepala dan bentuk muka
Anak yang
belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
a)
Mata dan konjungtiva terlihat pucat
kekuningan
b)
Mulut dan bibir terlihat pucat
kehitaman
c)
Dada
Pada
inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
c. Perut
Kelihatan
membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati (
hepatosplenomegali).
d.
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil
untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
e.
Pertumbuhan organ seks sekunder
untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya,
tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin
anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
f.
Kulit
Warna kulit
pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).
10) Penegakan diagnosis
a.
Biasanya ketika dilakukan
pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut :
a) Anisositosis
( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
b) Hipokrom,
yaitu jumlah sel berkurang
c) Poikilositosis,
yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
d) Pada sel
target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe
dalam serum tinggi
b.
Kadar haemoglobin rendah, yaitu
kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek
(kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam
pembuluh darah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien
mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering
sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
Tujuan :
gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
a. Tanda vital
normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
b. Ektremitas
hangat
c.
Warna kulit tidak pucat
d. Sclera tidak
ikterik
e.
Bibir tidak kering
f.
Hb normal 12 – 16 gr%
intervensi
a.
Observasi Tanda Vital , Warna Kulit,
Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
b.
Atur Posisi Semi Fowler
c.
Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian
Tranfusi Darah
d.
Pemberian O2 kapan perlu
rasional
a.
Menunujukan Informasi Tentang
Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan
Intervensi Yang Tepat
b.
Pengembangan paru akan lebih
maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c.
Memaksimalkan sel darah merah, agar
Hb meningkat
d.
Dengan tranfusi pemenuhan sel darah
merah agar Hb meningkat
2) Devisit volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang
dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi
urine kurang.
Tujuan :
deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
a. Pasien minum
7 – 8 gelas /hr
b. Mukosa mulut
lembab
c.
Turgor kulit cepat kembali kurang
dari 2 detik
intervensi
a.
Onservasi Intake Output Cairan
b.
Observasi Tanda Vital
c.
Beri pasien minum sedikit demi
sedikit
d.
Teruskan terapi cairan secara parenteral
sesuai dengan instruksi dokter
rasional
a.
Mengetahui jumlah pemasukan dan
pengeluaran cairan
b.
Penurunan sirkulasi darah dapat
terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan
takcikardi
c.
Dengan minum sedikit demi sedikit
tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
d.
Pemasukan cairan secara parenteral
sehingga cairan menjadi adekuat
3)
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan
pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi,
peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri )
teratasi dengan kriteria :
a. Nyeri
abdomen hilang atau kurang
b. Abdomen
timpani (perkusi)
c.
Perut tidak distensi
d. Peristaltic
usus normal
intervensi
a.
Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya
dan intensitasnya
b.
Beri buli-buli panas / hangat pada
area yang sakit
c.
Lakukan massage dengan hati-hati
pada area yang sakit
d.
Kolaborasi pemberian obat analgetik
rasional
a.
Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga
dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
b.
Hangat menyebabkan vasodilatasi dan
meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
c.
Membantu mengurangi tegangan otot
d.
Mengurangi rasa nyeri dengan menekan
system syaraf pusat (SSP)
DAFTAR PUSTAKA
Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada
Anemi Hematolik. Digitized by USU digital library.
Doenges, Marilynn E.,
dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mansjoer, Arif dkk.
1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid
1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Price, Sylvia A &
Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C.
& Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar IKA
FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:
EGC.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TALASEMIA

Disusun Oleh :
Veronika
swastika S 1203039
M.Y.
Prima S 1203025
Josephin
ngongo 1203021
Candra
ari wibowo 1203009
STIKES
BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
PRODI
S1 PROGRAM B
TAHUN
AKADEMIK
2012
- 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar