Jumat, 05 Desember 2014

ASUHAN KEPERAWATAN THALASSEMIA

0
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
THALASSEMIA
 
Vinsensius Bate: Manggarai,NTT

A.     KONSEP DASAR MEDIK
1.      Pengertian
             Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
           Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (medicastore, 2004).

2.      Etiologi
          Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.


Askep Thalassemia Askep pada Klien Talasemia


3.       Klasifikasi
 Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
1)      Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
2)      Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
3)      Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
4)      talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).
            Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1)      Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
2)      Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

4.      Patofisiologi
        Mengenai dasar kelainan pada thalasemia berlaku secara umum yaitu kelainan thalasemia alfa disebabkan oleh delesi gen (terhapus karena kecelakaan gen) yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya mutasi gen tersebut.
       Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena tidak memerlukan rantai beta justru memproduksi lebih banyak dari pada keadaan normal sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit dan menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberi gambaran anemia hipokrom dan mikrositer.
      Eritropoesis dalam sumsum tulang sangat gesit, dapat mencapai 5 kali lipat dari nilai normal. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas dan masa hidup eritrosit memendek serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Thalasemia dan hemoglobinopati adalah contoh khas untuk penyakit/kelainan yang bedasarkan defek/kelainan hanya satu gen.
5.       Manifestasi klinis
       Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.
       Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1)      Letargi
2)      Pucat
3)      Kelemahan
4)      Anoreksia
5)      Sesak nafas
6)      Tebalnya tulang cranial
7)      Pembesaran limpa
8)      Menipisnya tulang kartilago

6.       Komplikasi
       Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. “Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C, atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil dan panas.
Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi. “Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya ditempatkan di mana-mana.” Misalnya, di kulit yang mengakibatkan kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis. Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan kematian. “Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif . komplikasi lain :
1)       Infark tulang
2)       Nekrosis
3)       Asteomilitis
4)       Hematuria sering berulang-ulang
5)       Thalasemia Beta intermedia
6)       Perubahan tulang
7)       Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan
8)       Luka di kaki
9)       Defisiensi folat
10)   Anemia progresif
11)   Hemosiderosis

7.      Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
1)       Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
2)       Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
3)       Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
4)       Kadar besi serum meningkat
5)       Bilirubin indirect meningkat
6)       Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
7)       Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor

8.      Penatalaksanaan
      Pemberian tranfusi darah berupa sel darah merah diberikan jika kadar Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Kadar setinggi ini akan mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan dalam sumsum tulang dan juga mengurangi absorsi Fe dari traktus digestivus. Sebaiknya darah tranfusi tersimpan kurang dari 7 hari dan mengandung leukosit serendah-rendahnya.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating agent, yaitu Desferal secara intramuskular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum di dapatkan tanda hiperplenisme atau hemosiderosis. Sesudah splenektomi, biasanya frekuensi tranfusi menjadi berkurang. Pemberian multi vitamin tetapi kontra indikasi terhadap preparat besi.
Treatment thalasemia dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1)      Tranfusi darah, PRC 10-15cc/kgBB/3-4jam dengan tujuan mempertahankan HB 6-8 g% s/d10-11 g%
2)      Medikamentosa, Asam folat 2 x 1mg/hari, Vitamin E 2 x 20mm IU/hari, Vitamin C 2-3 mg/kg/hari,Kelas besi
3)      Nutrisi, hindari bahan makanan kaya zat besi terutama daging daging merah dan jeroan,alkohol.
4)      Therapi psikososial, pasien, orang tua, dan keluarga lain
5)      Splenektomi, syarat usia >5tahun, imunisasi pre op
6)      Monitoring , monitoring efek samping kelas besi. THT 1x/th, Mata 1x/th, Feritin setiap 3 bulan, foto tulang panjang + vertebra +bone age 1x/tahun
7)      Monitoring fungsi organ akibat iron overload

9.      Penegakan diagnosis
1)      Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut :
a.       Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
b.       Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
c.        Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
d.       Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
2)      Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah
10.  Prognosis
1) Talasemia Beta                                             
prognosis pada pasien yang tidak mendapat tranfusi adekuat, sangat buruk. Tanpa tranfusi sama sekali mereka akan meninggal pada usia dua tahun
3)      Tanpa tindakan invasif (cangkok sum-sum tulang) meskipun dilakukan tranfusi dengan adekuat, penderita akan meniggal pada usia 14-15 tahunoleh karena pneumonia atau gagal jantung
4)      Bila berhasil mencapai pubertas, mereka akan mengalami komplikasi akibat hemosiderosis, sama dengan pasien yang cukup mendapat tranfusi tetapi kurang mendapat kelas besi.

11.  Pencegahan
1)      Retrospektif
2)      Skrining pada anggota keluarga lain dengan riwayat menderita talasemia
3)      Prospektif
4)      Sosialisasi penyakit talasemia kepada masyarakat
5)      Deteksi pada kelompok tertentu
6)      Konseling pernikahan
7)      Diagnosis prenatal pada pasangan resiko tinggi









B.     ASUHAN KEPERAWATAN

1.  PENGKAJIAN
1)  Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2) Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

3)  Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4)  Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

5) Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6)  Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7)  Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan

8) Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.

9)  Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya 
    adalah:
a.       Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
b.      Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
a)      Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
b)      Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
c)      Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
c.       Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplenomegali).
d.      Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
e.       Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
f.         Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).


10)  Penegakan diagnosis
a.       Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan gambaran sebagai berikut :
a)       Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna )
b)       Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
c)       Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal
d)       Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
b.      Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah didalam pembuluh darah.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigenasi ke sel – sel ditadai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing ,, warna kulit pucat, bibir tampak kering sclera ikterik , ekstremitas dingin, N ; 70x/m, R : 45 X/m
        Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria :
a.       Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
b.       Ektremitas hangat
c.        Warna kulit tidak pucat
d.       Sclera tidak ikterik
e.        Bibir tidak kering
f.        Hb normal 12 – 16 gr%
intervensi
a.       Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran Dan Keadaan Ektremitas
b.      Atur Posisi Semi Fowler
c.       Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
d.      Pemberian O2 kapan perlu

rasional
a.       Menunujukan Informasi Tentang Adekuat Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam Menentukan Intervensi Yang Tepat
b.      Pengembangan paru akan lebih maksimal sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c.       Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb meningkat
d.      Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah agar Hb meningkat

2)   Devisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan input (muntah) ditandai dengan pasien minum kurang dari 2 gls/ hari, mukosa mulut kering, turgor kulit lambat kembali, produksi urine kurang.
Tujuan : deficit volume cairan dan elektrolit teratasi dengan kriteria:
a.       Pasien minum 7 – 8 gelas /hr
b.       Mukosa mulut lembab
c.        Turgor kulit cepat kembali kurang dari 2 detik
intervensi
a.       Onservasi Intake Output Cairan
b.      Observasi Tanda Vital
c.       Beri pasien minum sedikit demi sedikit
d.      Teruskan terapi cairan secara parenteral sesuai dengan instruksi dokter
rasional                                                                                                                
a.       Mengetahui jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan
b.      Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takcikardi
c.       Dengan minum sedikit demi sedikit tapi sering dapat menambah cairan dalam tubuh secara bertahap
d.      Pemasukan cairan secara parenteral sehingga cairan menjadi adekuat
3)      Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penigkatan peristaltuk yang diatandaoi dengan nyeri tekan pada daerah abdomen kwadran kiri atas, abdomen hipertimpani, perut distensi, peristaltic usus 10 x/m
           Tujuan : gannguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
a.       Nyeri abdomen hilang atau kurang
b.       Abdomen timpani (perkusi)
c.        Perut tidak distensi
d.       Peristaltic usus normal
intervensi
a.       Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan intensitasnya
b.      Beri buli-buli panas / hangat pada area yang sakit
c.       Lakukan massage dengan hati-hati pada area yang sakit
d.      Kolaborasi pemberian obat analgetik
rasional
a.       Mengetahui jika terjadi hipoksia sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat
b.      Hangat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah tersebut
c.       Membantu mengurangi tegangan otot
d.      Mengurangi rasa nyeri dengan menekan system syaraf pusat (SSP)












DAFTAR PUSTAKA

Aman, Adi Kusuma. 2003Klasifikasi Etiologi dan aspek Laboratorik Pada
        Anemi Hematolik. Digitized by USU digital library.

Doenges, Marilynn E., dkk . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
       Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasienJakarta: EGC.

Kosasih, E.N. 2001Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga.
       Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Mansjoer, Arif dkk. 1999Kapita Selekta Kedokteran. Edisi KetigaJilid
       1. Jakarta: Media Aesculapius.

Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
         Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
         Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.                             

Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1.
       Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.                                                  

Wong, Donna L. 2004Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:
       EGC.




ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TALASEMIA
Disusun Oleh :
Veronika swastika S               1203039
M.Y. Prima S                          1203025
Josephin ngongo                     1203021
Candra ari wibowo                 1203009









STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
PRODI S1 PROGRAM B
TAHUN AKADEMIK
2012 - 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar