Jumat, 05 Desember 2014

ASKEP KEKURANGAN ENERGI PROTEIN


KEP:  
Vinsensius bate
A.      Pengertian
Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Pudjiani, 2000).
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan (Depkes RI, 1999).
Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman, 2000).
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari atau gangguan penyakit – penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan / umur baku standar,WHO – NCHS, (DEPKES RI,1997)
Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy Malnutrition (PEM). KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan olehrendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Manifestasi KEP dari diri penderitanya ditentukan dengan mengukur status gizi anak atau orang yangmenderita KEP.
Malnutrisis energi protein merupakan tidak cukupnya asupan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tuguh atau dikenal dengan nama marasmus dan kwasiokor. (Aziz Alimul, 2008)

B.       Etiologi
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
1.    Primer
a.    Susunan makanan yang salah
b.    Penyedia makanan yang kurang baik
c.    Kemiskinan
d.   Ketidaktahuan tentang nutrisi
e.    Kebiasan makan yang salah
2.    Sekunder
a.    Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran)
b.    Gangguan psikologis.
C.       Klasifikasi KEP dan Manifestasi Klinis
Kekurangan Energi Protein (KEP) dibagi menjadi tiga, yaitu :
1.    KEP Ringan
Bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning di atas garis merah, atau BB / U 70% – 80% baku median WHO-NCHS.
2.    KEP Sedang
Bila hasil penimbangan berat badan pada KMS dibawah garis merah atau BB / U 60% – 70% baku median WHO-NCHS.
3.    KEP Berat
Secara garis besar dapat dibedakan menjadi :
a.    Kwashiokor : kekurangan protein
Tanda-tanda :
-       Edema umumnya diseluruh tubuh terutama pada kaki
-       Wajah membulat dan sembab
-       Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis
-       Anak sering menolak jenis makanan
-       Rambut berwarna kemerahan, kusam dan mudah dicabut
-       Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak lebih sering berbaring
-       Sering disertai infeksi, anemia serta diare
-       Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas
-       Pandangan mata anak tampak sayu
b.    Marasmus: kekurangan energi dan protein
Tanda-tanda :
-       Anak tampak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
-       Cengeng, rewel dan perut cekung
-       Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
-       Wajah seperti orang tua
-       Sering disertai diare kronik / konstipasi serta penyakit kronik lainnya
-       Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan kurang
c.    Marasmus – Kwashiokor
Tanda-tandanya merupakan gabungan dari ke dua jenis KEP di atas (Moehji, 1992)











D.    Patofisiologi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRQAhnNTlD2HnTIJzCxys73HBfxWMmTxqKVYFxAyYGxNMk_OUXEjp1Dl47xDczEky3jkWgIjf8hwtPmCspQ1z5MxouMSxr0c0tFBKOiLhafBNxJV5hue7hSATu5boJyadYt8k7mewG/s1600/untitled0.bmp
http://josephinewidya.files.wordpress.com/2013/05/patfis-gk_kwashiorkor.jpg
http://www.idijembrana.or.id/userfiles/images/bagan.jpg


E.       Penatalaksanaan KEP (Pudjiani, 2000)
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
1.    Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui :
a.         Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan
b.         Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi
c.         Program imunisasi
Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit (cacing).
2.    Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik.
3.    Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
a.         Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu
b.         Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status gizi (kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi)
4.    Memelihara status gizi
a.         Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
b.         Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan
c.         Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap
d.        Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2 tahun).

F.        Epidemiologi
Kasus ini dijumpai pada daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara- negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Asia Selatan.
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur) 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus- kwashiorkor, yang memerlukan perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Pada saat ini masih terdapat 110 Kabupaten/ Kota dari 440 Kabupaten/ Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi.
Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi buruk sebanyak75.671 balita.
Jumlah kasus gizi buruk yang meninggal dunia dilaporkan dari bulan Januari 2005 sampai Desember 2005 adalah 286 balita. Kasus gizi buruk yang meninggal tersebut pada umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti ISPA, diare, TB, campak dan malaria. Jumlah kasus gizi buruk yang meninggal tertinggi terjadi pada bulan Juni sebanyak 107 kasus, selanjutnya pada bulan- bulan berikutnya kasus gizi buruk yang meninggal cenderung menurun, bahkan pada bulan November tidak ada laporan kasus gizi buruk yang meninggal dunia. Namun demikian pada bulan Desember 2005 terjadi peningkatan kasus gizi buruk yang meninggal dunia sebanyak 54 kasus yang merupakan laporan dari 7 propinsi yaitu dari Jatim 14 kasus, Sulsel 13 kasus, Gorontalo 13 kasus, NTT 6 kasus, Lampung 4 kasus, Sulteng 2 kasus, serta Maluku dan Malut masing-masing 1 kasus.
Indonesia sebenarnya sudah banyak membuat kemajuan dalam menekan angka gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita, sebanyak 37,5% (1989), 35,5% (1992), 31,6% (1995), 29,5% (1998), 26,4% (1999), dan 24,6% (2000). Sejak tahun 2000, angka gizi buruk dan gizi kurang kembali meningkat, menjadi 26,1% (2001), 27,3% (2002), 27,5% (2003), dan 29% (2005).



G.      Faktor resiko
1.         Bayi dan anak kecil yang nafsu makannya jelek
2.         Remaja dalam masa pertumbuhan yang pesat
3.         Wanita hamil dan wanita menyusui
4.         Orang tua
5.         Penderita penyakit menahun pada saluran pencernaan, hati atau ginjal, terutama jika terjadi penurunan berat badan sampai 10-15%
6.         Orang yang menjalani diet untuk jangka panjang
7.         Vegetarian
8.         Penderita ketergantungan obat atau alkohol yang tidak cukup makan
9.         Penderita AIDS
10.     Pemakaian obat yang mempengaruhi nafsu makan, penyerapan atau pengeluaran zat gizi
11.     Penderita anoreksia nervosa
12.     Penderita demam lama, hipertiroid, luka bakar atau kanker
















DAFTAR PUSTAKA

Pudjiani, 2000, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Penerit FKUI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1999, Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga, Bhakti Husada, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Editor Setiawan, EGC, Jakarta.

Mochji, 1992, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bharata, Jakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta





OBESITAS
A.      Pengertian
Obesitas merupakan gangguan nutrisi yang paling umum. Obesitas berhubungan dengan deposit lemak yang berlebihan di sekitar tubuh, terutama di jaringan sub kutan. Obesitas terjadi bila asupan diit melebihi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Obesitas biasanya didiagnosis melalui Indeks Masa Tubuh (IMT).

B.       Klasifikasi
Klasifikasi obesitas menurut IMT berdasaran WHO :
-             berat badan kurang  IMT < 18,5
-             normal  IMT 18,5 – 24,9
-             berlebihan  IMT > 25
-             pra obesitas  IMT 25 – 29,9
-             kelas 1 obesitas  IMT 30 – 34,9
-             kelas 2 obesitas  IMT 35 – 39,9
-             kelas 3 obesitas  IMT > 40

C.       Jenis obesitas:
1.         Tipe Android (tipe buah apel)
Kegemukan tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebihan dibagian tubuh sebelah atas yaitu disekitar dada, bahu, leher dan muka. Pada muka ini lebih mudah menurunkan berat badan dibanding tipe Genoid (tipe buah pear) asal bersamaan dengan diet dan olah raga yang tepat.
2.         Tipe Genoid (tipe buah pear)
Pada tipe ini lemak tertimbun dibagian tubuh sebelah bawah yaitu disekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya banyak ditemui pada wanita yang lebih sukar untuk menurunkan berat badan.

D.      Penyebab
1.    diit tinggi lemak dan gula
2.    kurang aktivitas
3.    gangguan endokrin
4.    keturunan genetik
5.    faktor psikososial Christ (Editor)

E.       Patofisiologi
Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh.Pada bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi.Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet seseorang.
Obesitas terjadi karena adanya  kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,  yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon. 
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,  usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan  energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic centerdi hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.

F.        Komplikasi
1.         Hipertensi.
Penambahan jaringan lemak meningkatkan aliran darah. Peningkatan kadar insulin berkaitan dengan retensi garam dan air yang meningkatkan volum darah. Laju jantung meningkat dan kapasitas pembuluh darah mengangkut darah berkurang. Semuanya dapat menungkatkan tekanan darah.
2.         Diabetes.
Obesitas merupakan penyebab utama DM t2. Lemak berlebih menyebabkan resistensi insulin, dan hiperglikemia berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
Dislipidemia.
Terdapat peningkatan kadar low-density lipoprotein cholesterol (jahat), penurunan kadar high-density lipoprotein cholesterol (baik) dan peningkatan kadar trigliserida. Dispilidemia berisiko terbentunya aterosklerosis.
3.         Penyakit jantung koroner dan Stroke
Penyakit-penyakit ini merupakan penyakit kardiovaskular akibat aterosklerosis.
4.         Osteoartritis.
Morbid obesity memperberat beban pada sendi-sendi.
5.         Apnea tidur.
Obesitas menyebabkan saluran napas yang menyempit yang selanjutnya menyebabkan henti napas sesaat sewaktu tidur dan mendengkur berat
6.         Asthma
Anak dengan BBL atau obes cenderung lebih banyak mengalami serangan asma atau pembatasan keaktifan fisik.
7.         Kanker
Banyak jenis kanker yang berkaitan dengan BBL misalnya pada perempuan kanker payudara, uterus, serviks, ovarium dan kandung empedu; pada lelaki kanker kolon, rektum dan prostat.
8.         Penyakit perlemakan hati
Baik peminum alkohol maupun bukan dapat mengidap penyakit perlemakan hati (non alcoholic fatty liver disease = NAFLD) atau non alcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis.
9.         Penyakit kandung empadu
Orang dengan BBL dapat menghasilkan banyak kolesterol yang berisiko batu kandung empedu.




















DAFTAR PUSTAKA

1.      Ensiklopedia Keperawatan, editor Christ Brooker, Jakarta, EGC, 2008
2.      Doenges, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC



MARASMUS

A.    PENGERTIAN

¨      Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
¨      Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
¨      Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
¨      Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
¨      Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
¨      Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
1.      Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2.      Sebagai cadangan protein tubuh.
3.      Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4.      Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5.      Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

B.     ETIOLOGI

¨      Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
¨      Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

C.    PATOFISIOLOGI

Kurang kalori protein akan  terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

D.    MANIFESTASI KLINIK

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar.Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni.Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1.      Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2.      Lethargi
3.      Irritable
4.      Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5.      Ubun-ubun cekung pada bayi
6.      Jaingan subkutan hilang
7.      Malaise
8.      Kelaparan
9.      Apatis

E.     PENATALAKSANAAN
1.      Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2.      Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3.      Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4.      Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji  riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi.Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
-          Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
-          Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
-          Pengobatan infeksi
-          Pemberian makanan
-          Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.

Menurut Arisman, 2004:105
-          Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
-          Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
-          Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
-          Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
-          Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1.      Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
-          cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
-          Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
-          Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
-          Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2.      Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
-          Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
-          Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
-          Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan Fisik
a.       Mengukur TB dan BB
b.      Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
c.       Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d.      Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2.      Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.




G.    FOKUS INTERVENSI
1.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
               Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil   :
               meningkatkan masukan oral.
Intervensi         :
a.       Dapatkan riwayat diet
b.      Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c.       Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d.      Gunakan alat makan yang dikenalnya
e.       Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f.       Sajikan makansedikit tapi sering
g.      Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah


2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
               Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
                                Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi         :
a.         Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b.        Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c.         Ukur haluaran urine dengan akurat

3.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
               Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
               kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi            :
a.    Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b.   Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c.    Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d.   Alih baring
4.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan              :
             Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
             suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi        :
a.       Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b.      Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c.       Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d.      Beri antibiotik sesuai program

5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
             pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
             Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi        :
a.    Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b.   Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c.    Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d.   Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6.      Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
               Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil   :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi         :
a.       Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b.      Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c.       Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d.      Berikan mainan sesuai usia anak.


7.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
               Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil   :
               Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi         :
a.       Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b.      Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
               Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil  :
                             Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi         :
a.       Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b.      Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c.       Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
H.    DAFTAR PUSTAKA
1.      Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC
2.      Betz, L & Linda S, 2002, Buku saku peditrik, Alih bahasa monica ester edisi 8, jakarta, EGC
3.      Carpenito, L. J, 2001, Hand book of nursing diagnosis, 8-e (buku saku diagnosa keperawatan, 8-e), Alih bahasa monica ester dkk, Jakarta, EGC
4.      Doengoes ME, 2000, Nursing care plans guide line for planning and documenting patien care, edisi 3, alih bahasa I made kariasa, Jakarta, EGC
5.      Nelson, & behrman, kliegman, 2000, Nelson teks book of pediatric 15/e, vol. 2, Ed 15, alih bahasa A Samik Wahab, Jakarta, EGC
6.      Nuchsan .A, 2002, Penatalaksanaan Busung lapar pada balita, Cermin Dunia Kedokteran no. 134, 2002 : 10-11
Wong, L. D & Whaleys, 2004, Pedoman klinis asuhan keperawatan anak, alih bahasa monica ester, Jakarta, EGC


Gambaran Klinik dan Diagnosis
                                Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun dapat terjadi bersama-sama (Ngastiyah, 1997)

Gambaran Klinik Kwashiorkor:
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1: Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir                                  3,25
2. 3-12 bulan                                      (bln + 9) / 2
3. 1-6 tahun                                        (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun                                      {(thn x 7) – 5} / 2
 (Soetjiningsih, 1998, hal. 20)
Tabel 2: Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun                                            1,5 x TB lahir
2. 4 tahun                                            2 x TB lahir
3. 6 tahun                                            1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun                                          3 x TB lahir
5. Dewasa                                           3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
 (Soetjiningsih, 1998, hal. 21)
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering  ditemukan gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)

Gambaran Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

Konsep Asuhan Keperawatan Marasmik-Kwashiorkor
Riwayat Keperawatan
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
Penurunan ukuran antropometri
Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.
Edema tungkai
Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan  terutama jenis normositik normokrom karen
A adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan

Rencana Keperawatan

1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.

Kriteria:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.


Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.

Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.

Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.


Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.




Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.


Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

Menilai perkembangan masalah klien.



2) Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.

Kriteria:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).


Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.

Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.

Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.

Hitung balans cairan.


Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.


Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.




Menilai perkembangan masalah klien.


Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.







3) Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).            

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.

Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.


Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.

Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.

Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.

Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.

Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)


Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.



Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

Menilai perkembangan masalah klien.


Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.

Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.




4) Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial (Carpenito, 2000, hal. 575-580).        

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Klien tidak mengalami aspirasi.

Kriteria:
Pemberian makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
Bunyi napas normal, ronchi tidak ada.



Periksa dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.

Periksa residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.

Tinggikan posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.

Ajarkan/demonstrasikan tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.

Observasi tanda-tanda aspirasi.


Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.



Penting untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian makanan/minuman yang tepat.


Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.



Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.







Menilai perkembangan masalah klien.


5) Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).

Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional

Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.

Kriteria:
Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.


Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.

Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans  sesuai program terapi.

Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas.


Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.

Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan m,ukus.


Menilai perkembangan maslah klien.




DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6, EGC, Jakarta.

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Soetjiningsih (1998), Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar