I.
KONSEP ADRENERGIK BETA BLOKER
A.
Pendahuluan
Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak
sadar mengatur kerja otot yang terdapat pada organ dan
kelenjar. Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan
pencernaan yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun
maupunwaktu tidur.Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar
yang umumnya satu sama lain saling menyeimbangkan.
Kedua sestem saraf tersebut adalah:
1.
Sistem saraf simpatis : Mempunyai efek eksitasi
antara lain melonggarkan saluran pernafasan, dan meningkatkan aliran darah ke
ekstremitas.
2.
Sistem saraf parasimpatis : Mempunyai efek inhibisi misalnya
melambatkan denyut jantung, dan menghambat aliran darah ke ekstremitas
Meskipun kerja fungsional dari kebanyakan
organ dihasilkan karena kerjasama kedua sistem tersebut, otot-otot disekeliling
pembuluh darah hanya memberikan respon terhadap sinyal saraf simpatik.
Pembuluh darah mengalami dilatasi atau kontriksi tergantung kepada perangsangan
relatifnya terhadap reseptor alfa atau beta.
Neurotransmitter adalah senyawa yang
menghantarkan sinyal dari satu neuron ke neuron lain atau mencetuskan respon
pada efektor yaitu otot atau organ.
Neurotransmiter
pada saraf simpatik adalahAdrenalin dan noradrenalin, dan pada saraf parasimpatik adalah asetilkolin.
Reseptor saraf
parasimpatik adalahα, β1 dan β2. Reseptor pada sistem
saraf parasimpatik terdiri dari : Reseptor muskarinik : M1 pada sel
parietal lambung dan otak, M2 pada jantung dan M3 pada otot polos dan
kelenjar. Dan reseptor nikotinik.
Efek stimulasi reseptor pada sistem saraf otonom :
Efek stimulasi reseptor pada sistem saraf otonom :
1.
Adrenergik
o
Reseptor
alfa 1 : mengaktivasi organ-organ efektor misalnya otot polos (vasokonstriksi),
bertambahnya sekresi ludah dan keringat
o
Reseptor
alfa 2: menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf-saraf adrenergik
menyebabkan turunya takanan darah
o
Reseptor
beta 1: Memperkuat
daya dan frekuensi denyut jantung
o
Reseptor
beta 2: Bronkodilatasi dan stimulasi glikogen dan lemak.
- Kolinergik
- Reseptor Muskarinik
- Reseptor Nikotinik
Ada tiga tipe reseptor
beta dan masing-masing mengontrol beberapa fungsi berdasarkan pada
lokasi mereka dalam tubuh.
o
Reseptor Beta-1
ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik perifer, dan
ginjal; Reseptor β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab
untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi
produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac
output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.
o
Reseptor Beta-2
ditemukan dalam paru, saluran pencernaan, hati, rahim (uterus), pembuluh darah,
dan otot rangka;
o
Reseptor Beta-3 dapat
ditemukan pada sel-sel lemak.
Stimulasi reseptor beta
pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter yang meningkatkan
aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada
ginjal akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas system renin‐angiotensin‐aldosteron. Efek
akhirnya adalah peningkatan cardiac
output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang
diperantarai aldosteron dan retensi air
B.
Pengertian obat penghambat adrenergik (simpatolitik)
1.
Penghambat
Adrenergik
Obat-obat
yang menghambat efek neurotransmiter adrenergik disebut sebagai penghambat
adrenergik, atau simpatolitik . Obat-obat ini merupakan antagonis terhadap
agonis adrenergik dengan menghambat tempat-tempat reseptor alfa dan beta.Obat-obat
ini menghambat efek neurotransmiter secara langsung dengan menempati reseptor alfa atau beta, atau tidak langsung
dengan menghambat pelepasan neurotransmiter,
norepinefrin dan epinefrin .
2.
Penghambat Beta/Beta Blocker (beta-adrenergic
blocking agents)
:
Obat-obat yang
menghambat norepinephrine dan epinephrine (adrenaline) agar tidak berikatan
dengan reseptor-reseptor beta.Beta‐blocker akan mengantagonis
semua efek neurotransmiter
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
C.
Jenis-jenis beta bolcker:
1.
Non-selective beta
blockers, contohnya, propranolol (Inderal), menghambat Beta-1 dan Beta-2 receptors dan,
oleh karenanya, mempengaruhi jantung, pembuluh darah, dan respirasi.
2.
Selective beta
blockers, contohnya, metoprolol (Lopressor, Toprol XL) terutama menghambat Beta-1
receptors dan, oleh karenanya, kebanyakan mempengaruhi jantung dan tidak
mempengaruhi respirasi.
Beberapa beta
blockers, contohnya, pindolol (Visken)
mempunyai intrinsic sympathomimetic activity (ISA), yang berarti mereka meniru
efek-efek dari epinephrine dan norepinephrine dan dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung.Beta blockers dengan ISA mempunyai efek-efek
yang lebih kecil pada denyut jantung daripada agen-agen yang tidak mempunyai
ISA.
D.
Indikasi :
1.
Irama jantung yang
abnormal,
2.
Hypertensi
3.
Gagal jantung,
4.
Angina Pectoris (nyeri
dada),
5.
Tremor,
6.
Pheochromocytoma, dan
7.
Pencegahan migrain.
E.
Kontra indikasi
1.
Penghambat beta nonselektif (beta1
dan beta2) tidak boleh dipakai oleh pada penderita penyakit paru obstruksi menahun(PPOM) atau
asma.
2.
Propranolol
(Inderal), tidak boleh diberikan pada penderita asma, atau
blok jantung derajat 2 atau 3
3.
Hypotensi
dan bradikardia
F.
Efek samping obat
Efek samping yang
sering timbul pada penghambat beta adalah :
1.
Bradikardia,
Hypotensi
2.
Pusing,
3.
Mual/muntah,
4.
Hiperglikemi,
5.
Bertambah
beratnya hipoglikemi,
6.
Depresi
SSP : bingung, dan
7. Granulasitosis.
Blokade
reseptor beta‐2
pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif.Bradikardia, gangguan kontraktil
miokard, dan tangan‐kaki terasa dingin
karena vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta‐2 pada otot polos
pembuluh darah perifer.
Kesadaran
terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang.
Hal ini karena beta‐blocker
memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“
jika terjadi hipoglikemia.. Pada pasien
diabetes tipe 1, harus diwaspadai gejala hipoglikemik seperti tremor dan
takikardia terkait penggunaan beta-blockers non-selektif.Pada pasien yang
sangat bergantung pada insulin ini sebaiknya diberikan beta-blockers
selektif.
Berkurangnya
aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi buruk
kadang dialami, terutama pada penggunaan beta‐blocker yang larut lipid seperti
propanolol. Beta‐blockers
non‐selektif juga
menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.
Beta blockers tidak boleh dihentikan dengan tiba-tiba
karena penghentian secara tiba-tiba mungkin akan memperburuk angina (nyeri
dada) dan menyebabkan serangan-serangan jantung atau bahkan kematian mendadak
G.
Tanda dan gejala overdosis
Depresi konduksi dan
kontraktilitas jantung, depresi pernapasan, koma, kejang dan hipoglikemia sertakadang terjadi reaksi
anafilaksis.
Tabel 1.Gejala terjadi 1-2 jam setelah overdosis.
No
|
Sistem
|
Akut
|
Kronis
|
1
|
Tanda
vital
|
Bradikardi,
hipotensi
|
|
2
|
Susunan
saraf pusat
|
Pusing,
kejang, katatonia, delirium
|
Insomnia
|
3
|
Kardiovaskuler
|
Bradikardia,
hipotensi
|
|
4
|
Pernafasan
|
Bronkospasme,
depresi pernapasan
|
Fibrosis
paru. Edema
|
5
|
Gastroenterohepatologi
|
|
Mual,
muntah, diare, konstipasi
|
6
|
Dermatologi
|
Pucat dan dingin
|
Alopesia
|
7
|
Hematologi
|
|
Agranulositosis,
trombositopenia
|
8
|
Endokrinologi
|
Hipoglikemia
|
|
Infark
miokard bisa terjadi sesudah penghentian propanolol.
H.
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
·
Gula
darah
·
Elektrolit
: Kalium
·
AGD
·
Kreatinin kinase serum pada pasien
dengan kejang lama atau koma untuk melihat rhabdomiolisis
·
Pungsi lumbal, biakan bakteri dan tes
lain pada pasien dengan perubahan status mental yang tak diketahui penyebabnya.
2. EKG
dan monitor untuk melihat disritmia, gangguan konduksi intraventrikuler (blok
AV tingkat 1, QRS memanjang, gelombang P menghilang) atau iskemi.
3. Foto
thorak pada pasien dengan gejala gangguan paru.
I.
Penatalaksanaan
1. Stabilisasi
2. Dekontaminasi
gastrointestinal
·
Induksi muntah: tidak dianjurkan
·
Aspirasi dan bilas lambung: efektif jika
dilakukan dalam 2-4 jam pertama setelah penelanan, harus dengan teknik yang
benar.
·
Arang aktif: dosis tunggal 1 gr/kg atau
dewasa 30-100 gr, anak-anak 15-30 gr.
Cara pemberian:
dicampur rata perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air sampai
jadi bubur kental. Dosis dewasa 10 gram, anak 5 gram tiap 20 menit.
3. Antidotum
spesifik
·
Glucagon
Indikasi: bradikardi
dan hipotensi
Cara pemberian: bolus
intravena 50-150 ug/kgBB dalam 5-10 menit diikuti infuse kecepatan 2-10 mg/jam
Efek samping: muntah
dan hiperglikemia, asidosis.
·
Isoproterenol
Dewasa: mulai dengan
dosis 4 ug/menit sesuai respon. Beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang
lebih tinggi, misalnya 200 ug/menit.
4. Terapi
suportif:
·
Calsium
·
Bradikardia: atropin, isoproterenol, vasopressor, dan pacu jantung
·
Ventrikel takiaritmia: lidokain,
kardioversi
·
Kejang: diazepam IV 0,01 mg/kg sekitar
10 menit.
·
Hipoglikemia: dekstrose
·
Bronkospasme: Inhalasi β agonis, epinefrin sc, dan aminofilin
5 mg/kg sebagai loading dose, diteruskan 0,5-1 mg/kg/jam untuk menjaga kadar
aminofilin dibawah 20 ug/ml
Propranolol
(inderal)
|
Kontraindikasi
|
Interaksi
|
Asma,
PPOM, blok jantung, payah jantung kongestif, bradikardi, syok kardiogenik,
penyakit hati atau ginjal yang berat.
|
Digoksin,
penghambat kalsium, fenitoin, santin, isoproterenol, NSAID, barbiturat,
alkohol, narkotik
|
Farmakokinetik
Absorpsi: PO: diabsorpsi
dengan baik
Distribusi: PP: 92%
Metabolisme: t ½: 3-6jam
(rata-rata 4jam)
Eliminasi: Hati dan Ginjal
|
Farmakodinamik
PO: Mula: 30 menit
P: 1-1,5 jam
L: 6-12 jam
PO (SR): Mula: 1-2 jam
P: 6 jam
L: 6-12 jam
IV: mula: segera
P: 10 menit
D: 3-6 jam
|
Efek
Terapeutik
Mengobati aritmia jantung, takikardia, hipertensi
|
Reaksi
yang merugikan
Trombositopenia, edema paru-paru laringispasme
|
Efek
samping
Bradikardia, hipotensi, depresi, letih, mengantuk, sesak, mual,
muntah, diare
|
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Pengkajian primer yang difokuskan pada
masalah mendesak meliputi:
a. Airway :
ü
Bagaimana
patensi jalan napas
ü
Apakah
ada sumbatan atau penumpukan sekret pada jalan napas.(pasien
koma bisa tidak
terdengar suara nafas dan terjadi sianosis)
ü Bagaimana bunyi napas, adakah suara tambahan
ü Adanya
distress
pernafasan
b. Breathing
ü
Bagaimana
pola napas, frekwensi dan iramanya
ü Memastikan
pasien masih bernafas atau sudah tidak bernafas, diantarannya dengan 3 cara:
o
LOOK: lihat pergerakan dada, irama,
kedalaman, simetris atau tidak
o
LISTEN: dengarkan suara nafas dengan
stetoskop
o
FEEL: rasakan adanya hembusan nafas dari
hidung
c. Circulation
ü
Kajiada
tidaknya denyut nadi, frekwensidan
tekanan darah
ü
Kaji
Capillary refillnya, adakah akral dingin, sianosis atau oliguria
ü
Adakah penurunan kesadara dan berapa GCS
ü Bagaimana tanda-tanda vital : S, T, N, RR, dan HR
2. Pengkajian
sekunder, meliputi :
a. Identitas
pasien : nama,
umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status, pekerjaan,
b. Riwayat
penyakit :
ü
Sekarang :riwayat overdosis/keracunan , obat yang digunakan,berapa lama
diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan
sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
ü Sebelumnya :Apakah klien pernah menderita astma/COPD, DM,
Hypo/hypertensi dan penyakit
jantung, diare dan muntah yang berlebihan, atau intoksikasi.
3.
Pengkajian
berdasarkan pola
(setelah kegawatan teratasi)
a. Aktifitas
dan Istirahat :
Adakah
kelemahan, malaise, kesulitan aktifitas
b. Sirkulasi
Nadi lemah (hipovolemia), bradikardia,hipotensi
(pada kasus berat) ,aritmia jantung,sianosis, dan akral dingin, oliguria, dan perubahan warna urin lebih pekat
c. Makanan dan cairan
ü
Adakah
dehidrasi,
mual , muntah, anoreksia,nyeri epigastrik
ü
Bagaimana
turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
d. Neurosensori
ü Adakah keluhan pusing,penglihatan
kabur, pupil midriasi,mengecil,kram
otot/kejang
ü Bagaimana status
mental,penurunan lapang perhatian,ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,penurunan
tingkat kesadaran(azotemia), koma,syok.
e. Nyaman/nyeri
ü Adakah nyeri,sakit kepala
ü Perilaku
berhati-hati/distraksi,gelisah
f.
Pernapasan
Bagaimana
pola napas
teratur/tidak, adakah depresi pernapasan,hipoksia, dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk
produktif
g. Keamanan
Adakah penurunan
tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
h.
Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat terpapar toksin(obat/racun),obat
beta blocker
penggunaan berulang Contoh : Keracunan propanolol.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Penurunan
curah jantung
2.
Ketidakefektifan
pola napas
C.
Rencana
Intervensi
1.
Penurunan
curah jantung
a.
Observasi
tanda-tanda vital TD, nadi, suhu, dan RR
b.
Evaluasi adanya nyeri dada (
intensitas,lokasi, durasi)
c.
Kaji
adanya disritmia dan
adanya tanda/gejala
penurunan cardiac putput
d.
Monitor status kardiovaskuler, pernafasan yang menandakan gagal
jantung
e.
Kolaborasi
terapi cairan
f.
Monitor intake-output (balance cairan)
g.
Monitor adanya perubahan tekanan darah
Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
h.
Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan oropneu
i.
Kajifrekwensi,
irama
jantung, dan bunyi
jantung
j.
Monitor suhu, warna, kelembaban kulit dan sianosis perifer
2.
Ketidak
efektifnya pola nafas
a.
KajiVital sign TD, N,
S,
HR dan
RR serta kaji status respirasi
:
frekuensi kedalaman pernapasan
dan ekspansi dada, penggunaanotot
bantu pernafasan / pelebarannasal.
b.
Bebaskan jalan nafas : suction,dan bila perlu pasang mayo
c.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
d.
Auskultasi suara nafas, kaji adanya suara tambahan
e.
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
f.
Lakukan fisioterapi dada dan ajarkan tehnik batuk efektif bila pasien sadar.
g.
Pertahankan jalan nafas yang paten
h.
Atur
aliran oksigen dan
pertahankan
posisi pasien
i.
Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi : sianosis, akral
yang dingin
j.
Kolaborasi
pemberian bronkodilator
k.
Jelaskan
kepada keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, suction, kemungkinan
tindakan untuk patensi jalan napas (intubasi/pemasangan respirator).
l.
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
KEPUSTAKAAN
1.
Joice,
L. Kee, (1996), Farmakologi Pendekatan
Proses Keperawatan, Jakarta : EGC
2.
Herdman,
T. Heather, (2012), Diagnosis Keperawatan
Definsi dan Klasifikasi, Jakarta : EGC
3.
Tim
PUSBANKES, BAKER, PERSI, (2010), Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat, Yogyakarta : BAKER-PERSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar