Kamis, 11 Desember 2014

asuhan keperawatan DIABETES KETOASIDOSIS (DKA)


DIABETES KETOASIDOSIS (DKA)


A.    Definisi
Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus.
Suatu kedaruratan medik akibat gangguan metabolisme glukosa dengan tanda hiperglikemia (kadar gula darah sewaktu > 300 mg/dl), hiperketonemia/ketonuria dan asidosis metabolik (ph darah < 7,3 dan bikarbonat darah < 15mEq/L)
DKA adalah penyakit kritis yang ditandai dengan hiperglikemia, asidosis metabolic dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Diabetik Ketoasidosis merupakan akibat dari defisiensi insulin berat yang menyebabkan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. (Morton, 2011)
Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan kegawatan akut dari DM tipe I yang ditandai oleh hiperglikemia, lipolysis yang tidak terkontrol, ketogenesis, hiperkalemia, keseimbangan nitrogen negative dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain  serta asidosis metabolik (Stillwell, 2011).

B.     Etiologi:
1.      Insulin yang tidak diberikan  atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2.      Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolisme sehingga kebutuhan insulin meningkat(infeksi, trauma) dan peningkatan kadar hormon anti insulin (glukagon, epinefrin, kortisol).
3.      Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

C.    Patofisiologi
Hiperglikemiapada keadaan defisiensi insulin seluruhjaringan tubuh seperti otot, lemak, danhati tidak dapat memanfaatkan glukosasehingga terjadi hiperglikemia. hiperglikemia pada keadaan puasa ataudefisiensi insulin terjadi karena:

- glukoneogenesis meningkat
- glikogenolisis dipercepat
- gangguan penggunaan glukosa olehjaringan perifer
- pengaruh hormon anti insulin
secara klinis hiperglikemia akan menyebabkandiuresis osmotik, karena ginjal mempunyai ambangterhadap kgd (180 mg/dl) yang dapat direabsorpsidiuresis osmotik (poliuria) akan menyebabkandehidrasi dan rasa hausdehidrasi ini akan menyebabkan berat badan
menurunhiperglikemia akan menyebabkan hiperosmolaritasyang selanjutnya dapat mempengaruhi tingkatkesadaran pasienosmolaritas plasma < 320 mosm/l dapat menyebabkankomaosmolaritas plasma dapat dihitung:{ na ( mmol/l) x 2 } + glukosa( mg/dl ) + bun ( mg/dl )18 2,8atau { na ( mmol/l) x 2 } + glukosa (mmol/l ) + urea (mmol/l)
ketosis dan metabolisme lipiddefisiensi insulin akan menyebabkan lipolisissehingga kadar asam lemak dalam darah meningkatasam lemak bebas kemudian diambil oleh hati yangselanjutnya dioksidasi menjadi badan-badan keton(aseto asetat dan asam hidroksibutirat)penimbunan badan keton atau hiperketonemia akanmenyebabkan asidosis metabolikhiperlipidemia dan asidosis akan menyebabkankeseimbangan elektrolit terganggu, terutama napada kad sering terjadi pseudohiponatremia,sehingga perlu dilakukan koreksi dengan rumus:na yang diukur + {glukosa (mmol/l – 5,6} / 2pada kad total body kalium rendah, sehinggawalaupun pemeriksaan kalium darah normal,kalium sebaiknya diberikan sejak awal tatalaksana.

D.    Manifestasi klinis:
1.      Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuria dan polidipsia (peningkatan rasa haus).
2.      Pasien mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala.
3.      Hipotensi Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
4.      Penurunan volume dapat pula menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.
5.      Terjadi ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinalseperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
6.      Nyeri abdomen dan gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi suatu proses intraabdominal yang memerlukan tindakanpembedahan.
7.      Napas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton.
8.      Hiperventilasi (disertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi.
9.       Pernapasan kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
10.  Perubahan status mental pada ketoasidosis bervariasi, ada yang sadar, mengantuk (letargi), koma, tergantung dari osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmotis).
11.  Nilai laboratorium, kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl (16,6 hingga 44,4 mmol/L).
12.  Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl (55,5 mmol/L) atau lebih (yang biasa bergantung pada derajad dehidrasi).
13.  Kadar bikarbonat serum yang rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3).
14.  Tingkat pCO² yang rendah (10 hingga 10 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosis metabolik.
15.  Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi).
16.  Juga dapat terjadi pada dehidrasi.

E.     Pemeriksaan Diagnostik
a.       Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl tetapi tidak > 800 mg/dl
b.      Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
c.       Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
d.      Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis),   HbA1c, urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
e.       Foto polos dada.
f.       Ketosis (Ketonemia dan Ketonuria)
g.      Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
h.      Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
i.        Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
j.        Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal  yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
k.      Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH < 7,3 dan penurunan pada HCO3 250mg/dl

F.     Penatalaksanaan:
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan utama: dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis:
1.      Dehidrasi
a.       rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi jaringan.
b.      Penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal.
c.       Pasien mungkin memerlukan 6 hingga 10 liter cairan infus untuk menggantikan kehilangan cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare dan muntah.
d.      Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi, biasanya 0,5 hingga 1 L/jam selama 2 hingga 3 jam.
e.       Larutan normal saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang berisiko mengalami gagal jantung kongesti.
f.       Setelah beberapa jam pertama, larutan normal saline 45% merupakan cairan cairan infus pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah.
g.      Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi  (200 hingga 500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
h.      Darah Pemantauan status volume cairan mencakup pemeriksaan tanda-tanda vital yang sering (termasuk memantau perubahan ortostatik pada tekanan pada tekanan darah dan frekuensi jantung).
i.        Pengkajian paru dan pemantauan asupan serta haluaran cairan.
2.      Kehilangan elektrolit
a.       Pemantauan kalium: penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati naeberapa jam.setelah diabetes mun tepat waktu merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung berat yang terjadi pada hipokalemia.
b.      Pemberiannya sampai 40 mEq kalium/jam (yang ditambahkan ke dalam cairan infus) mungkin diperlukan selama beberapa jam.
c.       Setelah diabetes ketoasidosis teratasi, kecepatan pemberian kalium harus dikurangi. Paemberian infus kalium yang aman, perawat harus memastikan bahwa:
1)      Tidak ada tanda-tanda hiperkalemia (berupa gelombang T yang tinggi, lancip {atau bertakik} pada hasil pemeriksaan ECG).
2)      Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang normal atau rendah.
3)      Pasien dapat berkemih (dengan kata lain, tidak mengalami gangguan fungsi ginjal/renal shutdown.
d.      Pembacaan ECG dan pengukuran kadar kalium yang sering (pada awalnya setiap 2 hingga 4 jam sekali) diperlukan selama 8 jam pertama terapi.
e.       Pemberian kalium ditunda hanya jika terdapat hiperkalemia atau jika pasien tidak dapat berkemih.
3.      Asidosis
a.       Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui pemberian insulin. Biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tetapi kontinu (msl 5 unit per jam).
b.      Pemberian insulin IV dapat dilanjutkan selama 12 hingga 24 jam sampai kadar bikarbonat serum membaik (hingga mencapai sedikitnya 15 sampai 18 mEq/L).
c.       Pengukuran kadar gula darah tiap jam.
d.      Dextrose ditambahkan ke dalam cairan infus (misal Dex5NS atau Dex5 45NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 300 mg/dl (13,8 hingga 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan gula darah yang terlalu cepat.

Penanganan Kedaruratan pada Pasien dengan KAD :
1.      Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ( ketoasidosis diabetik ) adalah :
a.       Penggantian cairan dan garam yang hilang.
b.      Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin.
c.       Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
d.      Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
2.      Ada 5 hal yang harus diberikan pada penderita KAD, yaitu :
a.       Cairan
1)      Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml / kg BB, maka diberikan 1-2 liter selama 2 atau 3 jam pertama. Ada 2 keuntungan rehidrasi pada KAD, yaitu untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin.
b.      Insulin
1)      Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Insulin diberikan 4-8 unit/jam sampai glukosa darah 250 mg/dl.
c.       Kalium
1)      Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia dan hipokalemia yang fatal dapat terjadi selama pengobatan. Ion K terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit kalium yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/Kg BB. Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasinya masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium.
a)      Bila K+< 3mEq/L, beri 75mEq/L per 24 jam
b)      Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L per 24 jam
c)      Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L per 24j jam
d.      Glukosa
1)      Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama., biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa. Tujuan pemberian terapi KAD bukan untuk menormalkan glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.
e.       Bikarbonat
1)      Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Dengan keadaan:
a)      Hiperkalemia
b)      Hipotensi
c)      pH kurang dari 7,1 atau bikarbonat < 12 mEq/L


DAFTAR PUSTAKA


Corwin, Elizaeth J. (2009), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta:EGC.

Morton, Patricia Gonce, et al.,(2011), Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik,  Edisi 8, Jakarta:EGC.

Stillwell, Susan B. (2011), Pedoman Keperawatan Kritis, Edisi 3, Jakarta:EGC.

Doengoes,M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga. Jakarta : EGC

Mansjoer,A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran            UI

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGLIKEMI


                                                                                                           Vinsensius bate, Manggarai-flores
HIPOGLIKEMIA

A.   Pengertian
Hipoglikemia merupakan penyakit yang disebabakan oleh kadar gula darah (glukosa) yang rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-11- mg/dl. ( Aina Abata, 2014).
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang dialami oleh penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia disebut juga sebagai penurunan kadar gula darah yang merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidak seimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).

B.   Epidemiologi
Menurut survey yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4  dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,6 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan menurut Menkes, secara global WHO memperkirakan penyakit tidak menular (PTM) telah menyebabkan sekitar 60 % kematian dan 43 % kesakitan diseluruh dunia (Supari, 2005).
Di Indonesia masih belum ada data, secara umum insidens hipoglikemia.
Dalam sebuah penelitian, 80% pasien dengan hipoglikemia nokturnal tidak memiliki gejala. Insiden hipoglikemia pada bayi baru lahir ialah mencapai 1,3 - 3,0 / 1000 kelahiran hidup. Hipoglikemia juga bisa terjadi sampai 14% bayi-baru-lahir yang sehat dan dilahirkan dengan masa kehamilan normal. Dan 16% pada bayi-baru-lahir BMK (besar untuk masa kehamilan) yang dilahirkan dari ibu yang menderita diabetes.
C.   Anatomi Fisiologi

Pancreatic Cancer

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1.Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2.Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
a.Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
b.Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
c.Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi
insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

D.   Etiologi
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
§   Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas
§   Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
§   Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
§   Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati.

Adapun penyebab Hipoglikemia yaitu :
1.      Dosis suntikan insulin terlalu banyak.
Saat menyuntikan obat insulin, anda harus tahu dan paham dosis obat yang anda suntik sesuai dengan kondisi gula darah saat itu. Celakanya, terkadang pasien tidak dapat memantau kadar gula darahnya sebelum disuntik, sehingga dosis yang disuntikan tidak sesuai dengan kadar gula darah saat itu. Memang sebaiknya bila menggunakan insulin suntik, pasien harus memiliki monitor atau alat pemeriksa gula darah sendiri.
2.      Lupa makan atau makan terlalu sedikit.
Penderita diabetes sebaiknya mengkonsumsi obat insulin dengan kerja lambat dua kali sehari dan obat yang kerja cepat sesaat sebelum makan. Kadar insulin dalam darah harus seimbang dengan makanan yang dikonsumsi. Jika makanan yang anda konsumsi kurang maka keseimbangan ini terganggu dan terjadilah hipoglikemia.
3.      Aktifitas terlalu berat.
Olah raga atau aktifitas berat lainnya memiliki efek yang mirip dengan insulin. Saat anda berolah raga, anda akan menggunakan glukosa darah yang banyak sehingga kadar glukosa darah akan menurun. Maka dari itu, olah raga merupakan cara terbaik untuk menurunkan kadar glukosa darah tanpa menggunakan insulin.
4.      Minum alkohol tanpa disertai makan.
Alkohol menganggu pengeluaran glukosa dari hati sehingga kadar glukosa darah akan menurun.
5.      Menggunakan tipe insulin yang salah pada malam hari.
Pengobatan diabetes yang intensif terkadang mengharuskan anda mengkonsumsi obat diabetes pada malam hari terutama yang bekerja secara lambat. Jika anda salah mengkonsumsi obat misalnya anda meminum obat insulin kerja cepat di malam hari maka saat bangun pagi, anda akan mengalami hipoglikemia.
6.      Penebalan di lokasi suntikan.
Dianjurkan bagi mereka yang menggunakan suntikan insulin agar merubah lokasi suntikan setiap beberapa hari. Menyuntikan obat dalam waktu lama pada lokasi yang sama akan menyebabkan penebalan jaringan. Penebalan ini akan menyebabkan penyerapan insulin menjadi lambat.
7.      Kesalahan waktu pemberian obat dan makanan.
Tiap tiap obat insulin sebaiknya dikonsumsi menurut waktu yang dianjurkan. Anda harus mengetahui dan mempelajari dengan baik kapan obat sebaiknya disuntik atau diminum sehingga kadar glukosa darah menjadi seimbang.
8.      Penyakit yang menyebabkan gangguan penyerapan glukosa.
Beberapa penyakit seperti celiac disease dapat menurunkan penyerapan glukosa oleh usus. Hal ini menyebabkan insulin lebih dulu ada di aliran darah dibandingan dengan glukosa. Insulin yang kadung beredar ini akan menyebabkan kadar glukosa darah menurun sebelum glukosa yang baru menggantikannya.
9.      Gangguan hormonal.
Orang dengan diabetes terkadang mengalami gangguan hormon glukagon. Hormon ini berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Tanpa hormon ini maka pengendalian kadar gula darah menjadi terganggu.
10.   Pemakaian aspirin dosis tinggi.
Aspirin dapat menurunkan kadar gula darah bila dikonsumsi melebihi dosis 80 mg.
11.   Riwayat hipoglikemia sebelumnya.
Hipoglikemia yang terjadi sebelumnya mempunyai efek yang masih terasa dalam beberapa waktu. Meskipun saat ini anda sudah merasa baikan tetapi belum menjamin tidak akan mengalami hipoglikemia lagi.

    Faktor Resiko Hipoglikemia
§   Bayi dari ibu dengan dibetes melitus (IDM)
§   Neonatus yang besar untuk massa kehamilan (BMK)
§   Bayi prematur dan lebih bulan
§   BBLR yang KMK/bayi kembar dapat terjadi penurunan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh
§   Bayi sakit berat karena meningkatnya kebutuhan metabolisme yang melebihi cadangan kalori
§   Neonatus yang sakit atau stress (sindrom gawat napas, hipotermia)
§   Bayi dengan kelainan genetik/gangguan metabolik (penyakit cadangan glikogen, intoleransi glukosa)
§   Neonatus puasa
§   Neonatus dengan polisitemia
§   Neonatus dengan eritroblastosis
§   Obat-obat maternal misalnya steroid, beta simpatomimetik dan beta blocker

Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonylurea: (Mansjoer A, 1999)
1.      Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
a.     pengurangan/keterlambatan makan
b.     kesalalahan dosis obat
c.      latihan jasmani yang berlebihan
d.     penurunan kebutuhan insulin
o    penyembuhan dari penyakit
o    nefropati diabetic
o    hipotiroidisme
o    penyakit Addison
o    hipopituitarisme
e.     hari-hari pertama persalinan
f.       penyakit hati berat
g.     gastro paresis diabetic
2.      Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
a.     pengendalian glukosa darah yang ketat
b.     pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hiperglikemik
c.      penggantian jenis insulin

E.     Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari hipoglikemi terdiri dari dua fase antara lain:
a. Fase pertama
 Gejala- gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormone epinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual (glukosa turun 50 mg%.
b. Fase kedua yaitu
Gejala- gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak, gejalanya berupa pusing, pandangan kabur, ketajaman mental menurun, hilangnya ketrampilan motorik yang halus, penurunan kesadaran, kejang- kejang dan koma (glukosa darah 20 mg%).

Adapun gejala- gejala hipoglikemi yang tidak khas adalah sebagai berikut.
v  Perubahan tingkah laku
v  Serangan sinkop yang mendadak
v  Pusing pagi hari yang hilang dengan makan pagi
v  Keringat berlebihan waktu tidur malam
v  Bangun malam untuk makan
v  Hemiplegi/ afasia sepintas
v  Angina pectoris tanpa kelainan arteri koronaria

F.    Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis.
§   dehidrasi
§   kehilangan elektrolit
§   asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah menjadi badan keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala,vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, pati rasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemia yang di deritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran (Smeltzer. 2001).

 Pathway Hipoglikemia
Laporan Pendahuluan Hipoglikemia
Laporan Pendahuluan Hipoglikemia

G.   Klasifikasi
1.      Hipoglikemi Ringan (glukosa darah 50-60 mg/dL)
Terjadi jika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
2.      Hipoglikemi Sedang (glukosa darah <50 mg/dL)
Penurunan kadar glukosa dapat menyebabkan sel- sel otak tidak memperoleh bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda- tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup keetidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
3.      Hipoglikemi Berat (glukosa darah <35 mg /dL
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikeminya. Gejalanya mencakup disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

H.   Penatalaksanaan
1.      Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut :
v  Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.
v  Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40% (10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.
2.      Penanganan Hipoglikemia
v  Glukosa Oral 
Sesudah diagnosis hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, 10-   20 gram glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly atau 150- 200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat mengabsorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1- 2 jam perlu diberikan tambahan 10- 20 gram karbohidrat kompleks.Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga hidung dapat dicoba.

v  Glukosa Intramuskular
Glukagon 1 mg intramuskuler dapat diberikan dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Kecepatan kerja glucagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram (4 sendok makan) dan dilanjutkan dengan pemberian 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung seperti crakers dan biscuit untuk mempertahankan pemulihan, mengingat kerja    1 mg glucagon yang singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12 hingga 27 menit). Reaksi insulin dapt pulih dalam waktu5 sampai 15 menit. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemi yang diinduksi alcohol, pemberian glucagon mungkin tidak efektif. Efektifitas glucagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.
v  Glukosa Intravena
Glukosa intravena harus dberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 40 % IV sebanyak 10- 25 cc setiap 10- 20 menit sampai pasien sadar disertai infuse dekstrosa 10 % 6 kolf/jam.
3.      Terapi hipoglikemi   
KADAR GLUKOSA
(mg/dl)

TERAPI HIPOGLIKEMI
(DGN RUMUS 3-2-1)

< 30 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl
Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 1 flakon
FOLLOW UP:               
1.Periksa kadar gula darah lagi30 menit sesudah injeksi IV
2.Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 menit dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2sampai 3 kali untuk mencapai kadar >120 mg/dl



4.      Penanganan Kegawatdaruratan Hipoglikemia
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten. Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius. Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan. Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil.



I.       Pemeriksaan Penunjang
1.    Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.(5)
2.    Gula darah 2 jam post prandial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3.     HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4.    Elektrolit, tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
5.     Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

J.      Prognosis
1.      Pada Bayi dan balita :
v Penurunan kesakitan dan kematian terjadi dengan adanya pengendalian kehamilan diabetes yang tepat
v Resiko diabetes melitus pada bayi dari IDM sedikitnya 10x lebih besar daripada populasi normal
v Perkembangan fisis normal tapi obesitas pada anak mungkin terjadi
2.      Pada dewasa

Daftar Pustaka

Mansjoer, Arif. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes. Upper Saddle River: New Jersey
Molina, Patricia E, MD, Ph.D. 2006. Lange Endocrine Physiology Second Edition. United States Of America: Lange Medical Books/ Mc.Graw-Hill.
Aina Qorry, 2014, Ilmu penyakit Dalam
Jawa Timur, Yayasan - Alfurqon