A. Pengertian
Berikut ini ada beberapa pengertian stroke menurut
beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
·
Stroke atau
cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2001).
·
Stroke adalah
sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesif cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
perdarahan darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2000).
·
Stroke adalah
suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba
terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak (Wikipedia
Indonesia, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa Stroke atau cedera serebrovaskuler ( CVA ) adalah defisit neurologis yang
terjadi akibat terhentinya suplai darah ke otak yang dapat berakibat kerusakan
dan kematian sel-sel otak yang menimbulkan gejala klinis antara lain kelumpuhan
wajah atau anggota badan yang lain, gangguan sensibilitas, perubahan mendadak
status mental, gangguan penglihatan dan gangguan wicara.
B.
Klasifikasi
Stroke dapat
digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai
dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke
yang sedang berkembang) : perjalanan
stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak
awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya
pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1.
Stroke
hemoragi: stroke yang terjadi karena
pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Stroke dibedakan menjadi dua yaitu stroke infark (non
haemoragik) dan stroke haemoragik. Pada stroke infark, aliran darah ke otak
terhenti karena arterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah, melalui proses arterosklerosis
Penyebab
stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
Pada stroke haemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
aliran darah menjadi tidak normal dan darah yang ke luar merembes masuk ke
dalam suatu daerah diotak dan merusaknya. Kurangnya aliran darah ke otak
akan menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat merusak atau mematikan
sel-sel otak, kematian jaringan otak ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi
yang dikendalikan oleh jaringan tersebut.
C. ETIOLOGI
Penyebab dan faktor haemoragic:
1. Faktor
resiko stroke
·
Usia : makin bertambah usia resiko stroke makin
tinggi, hal ini berkaitan
·
dengan elastisitas pembuluh darah.
·
Jenis kelamin: laki-laki mempunyai kecenderungan lebih
tinggi.
·
Ras dan keturunan: stroke lebih sering ditemukan pada
kulit putih.
·
hipertensi: Hipertensi menyebabkan aterosklerosis
pembuluh darah serebral
·
sehingga
lama-kelamaan akan pecah menimbulkan perdarahan. Stroke yang terjadi adalah
stroke hemoragik
·
Penyakit
jantung: Pada penyakit atrium menyebabkan penurunan cardiac output, sehingga
terjadi gangguan perfusi serebral.
·
Diabetes
Miletus: Pada penyakit DM terjadi gangguan vaskuler, sehingga terjadi hambatan
dalam aliran darah ke otak.
·
Polisitimea:
Kadar HB yang tinggi (HB lebih dari 16 mg/ dl) menimbulkan darah menjadi lebih
kental dengan demikian aliran darah ke otak lebih lambat.
·
Perokok: Rokok
menimbulkan plaque pada pembuluh darah nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
o Alkohol: Pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah
ke otak dan kardiak aritmia.
·
Peningkatan
kolesterol: Kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
lemak sehingga aliran darah lambat.
·
Obesitas: Pada
obesitas kadar kolesterol darah meningkat dan terjadi hipertensi.
2. Penyebab stroke haemoragic
·
Trombosis
·
Emboli
·
Hypoperfusi Subaracnoid
·
Perdarahan Intrakranial.
D. TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinis stroke diri sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata
serangan,
ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral.
Pada stroke
akut gejala klinis meliputi :
·
Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah
(hemiparesis) yang timbul scara mendadak.
·
Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota
badan.
·
Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi,
stupor dan koma)
·
Afasia (kesulitan dalam bicara).
·
Disatria (bicara cadel dan pelo)
·
Gangguan penglihatan, diplopia
·
Ataksia
·
Vertigo, mual,
muntah dan nyeri kepala.
E. Patofisiologi
Untuk memudahkan penjelasan terjadinya stroke infark
berikut ini akan penulis tuangkan patofisiologi dari stroke infark sebagai
berikut :
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne
(2001), stroke infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam
pembuluh darah otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain).
Stroke infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih
arteri besar pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada
trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam
suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan
atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka
meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam
kecepatan aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun dan terjadi
nekrosis jaringan otak.
Faktor risiko utama pada stroke antara lain
hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic
attack), kadar lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi
klinis pada klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium,
stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan
memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan
diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala.
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral,
penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera yang dapat
mengakibatkan perubahan pada aliran darah serebral sehingga ketersediaan
oksigen ke otak menjadi berkurang dan akan menimbulkan kematian jaringan otak.
F. KOMPLIKASI
o Hipertensi
atau hipotensi
o Kejang
o Peningkatan
tekanan intracranial
o Tonus otot
abnormal
o Trombosis
vena
o Malnutrisi
o Aspirasi
o Kelumpuhan
total atau sebagaian
G. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
- CT Scan: Mengetahui area infrak, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang mengalami infrak, hemoragik, malformasi arteriovena.
- Elektro Encepalografi (EEG): Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
- Sinar X-tengkorak: menggambarkan parubahan kelenjar pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna teradapat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
- Angiografi cerebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, ada tidaknya titik okulasi atau rupture
(Doenges, 2000: hal 292)
H. PENATALAKSANAAN
MEDIS
a.
Penatalaksanaan umum
Fase akut
- Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen.
- Monitor peningkatan tekanan intracranial
- Monitor jantung dan tanda-tanda vital
- Evaluasi status cairan dan elektrolit
- Control kejang jika ada dengan
pemberian antikonvulsan dan cegah resiko injuri.
- Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
- Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan anti koagulan
- Monitor tanda-tanda neurology
seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan
motorik, refleks.
Fase rehabilitasi
- Pertahankan nutrisi yang adekuat
- Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendiri
- Pertahankan integritas kulit
- Pertahankan komunikasi yang efektif
b.
Pembedahan
Dilakukan
jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml.
c. Terapi
obat-obatan
- Anti hipertensi, diuretic, antikonvulsan
(Wartonah dkk, 2007.Keperawatan
Medikal Bedah gangguan system persarafan)
I. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien
yang mengalami stroke infark maka penatalaksanaan pada klien stroke infark
terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan
penatalaksanaan diet.
1. Penatalaksanaan medis
(Arif Mansjoer, 2000)
Ø Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang
berlangsung dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissue – Plasminogen Activator).
Ø Mencegah perburukan neurologis :
o Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark
yaitu terapi dengan manitol.
o Ekstensi teritori infark yaitu
dengan pemberian heparin.
o Konversi hemorargik yaitu jangan
memberikan anti koagulan
Ø Mencegah stroke berulang dini
yaitu dengan heparin.
2. Penatalaksanaan
Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke
infark bertujuan untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang
dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan
faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi
tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan
kateterisasi kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
3. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien
dengan stroke infark yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi
aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera
serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan
diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.
II. ASUHAN
KEPERAWATAN
·
Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien
dengan stroke infark perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan
mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah
yang ada pada klien dengan stroke infark. Pengkajian pada klien stroke infark
menurut Tuti Pharia, dkk (1996), Doenges (1999) dan Lynda Juall (2006) adalah
sebagai berikut :
1. Aktivitas / istirahat
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas / istirahat, hal ini dapat diketahui
melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merasa kesulitan dalam melakukan aktifitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis ( hemiplegi ), merasa mudah
lelah, susah untuk beristirahat.
Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia),
kelemahan umum, gangguan penglihatan dan gangguan tingkatan kesadaran.
2. Sirkulasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami
perubahan dalam sistem sirkulasi, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan
tanda sebagai berikut :
Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia
Tanda : hipertensi arterial, frekuensi nadi dapat
bervariasi, distrimia, perubahan EKG
3. Integritas Ego
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu
perubahan keadaan emosional dalam dirinya, hal ini dapat diketahui melalui
gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Tanda : emosi yang labil, ketidaksiapan untuk marah ,
sedih, gembira dan kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami
perubahan dalam kebutuhan eliminasinya, baik kebutuhan bak maupun bab, hal ini
dapat diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : perubahan pola kemih,
distensi abdomen, bising usus negatif.
5. Makan / Minum
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, hal ini dapat diketahui
melalui gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan
sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, ada riwayat diabetes
mellitus, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
6. Neurosensori
Pada klien dengan stroke infark akan mengalami
gangguan pada sistem neurosensorinya, hal ini dapat diketahui melalui gejala
dan tanda sebagai berikut :
Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan,
kebas, penglihatan menurun, penglihatan ganda, gangguan rasa pengecapan dan
penciuman.
Tanda : gangguan fungsi kognitif, kelemahan/paralisis,
afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali/menghayati rangsangan visual,
pendengaran, kekakuan muka dan kejang.
7. Nyeri / Kenyamanan
Pada klien dengan stroke infark akan merasakan suatu
keadaan ketidaknyamanan, hal ini dapat diketahui melalui gejala dan tanda sebagai
berikut :
Gejala : sakit kepala
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,
ketegangan pada otot
8. Pernafasan
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan
mengalami masalah dalam sistem pernafasannya, hal ini dapat diketahui melalui gejala
dan tanda sebagai berikut :
Gejala : merokok
Tanda : ketidak mampuan menelan / batuk / tambatan
jalan nafas, pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronkhi.
9. Keamanan
Pada klien dengan stroke infark
akan sangat rentan terhadap faktor keamanan, hal ini dapat diketahui melalui
tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah dengan
penglihatan, tidak mampu mengenali objek, gangguan regulasi suhu tubuh,
kesulitan dalam menelan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
10. Interaksi sosial.
Pada klien dengan stroke infark biasanya akan
mengalami kesulitan dalam melakukan sosial dengan lingkungan sekitarnya, hal
ini dapat diketahui melalui tanda sebagai berikut :
Tanda : masalah bicara, ketidak
mampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan / Pembelajaran
Pada klien dengan stroke infark sangat diperlukan
penyuluhan / pembelajaran untuk mencegah masalah lebih lanjut, hal ini dapat
diketahui melalui gejala sebagai berikut :
Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga dan
stroke
·
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
yang mungkin muncul:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak
2. nyeri b.d hemiparese dan disuse
3. Kurang perawatan diri b.d gejala sisa stroke
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan
mengikuti instruksi
6. Inkontinensia b.d kandung kemih flaksid, ketidak stabilan detrusor
7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian
perawatan
·
Rencana
Keperawatan
|
No
|
Diagnosa
|
Tujuan/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Kerusakan
mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan,
spastisitas, dan cedera otak
|
Ambulasi/ROM normal
dipertahankan
KH:
-Sendi tidak kaku
-Tidak terjadi atropi otot
|
1. Terapi latihan
Mobilitas
sendi
-Jelaskan
pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.
-Monitor
lokasi&ketidaknyamanan selama latihan
-Gunakan pakaian yang longgar
-Kaji
kemampuan klien terhadap pergerakan
-Encourage
ROM aktif
-Ajarkan ROM aktif/pasif
pada klien/kelg.
-Ubah posisi
klien tiap 2 jam.
-Kaji
perkembangan/kemajuan latihan
2. Self care Assistance
-Monitor kemandirian klien
-bantu perawatan diri klien
dalam hal: makan,mandi, toileting.
-Ajarkan keluarga dalam
pemenuhan perawatan diri klien.
|
Pergerakan aktif/pasif
bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
Ketidakmampuan fisik dan
psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan dapat
terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga
|
|
2.
|
Nyeri kepala b.d hemiparese,
disuse
|
Klien dapat mengontrol nyeri
KH:
-Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan berkurang
-Klien dapat mendeskripsikan
bagaimana mengontrol nyeri
-Klien mengatakan kebutuhan
istirahat dapat terpenuhi
-Klien dapat menerapkan metode non
farmakologik untuk mengontrol nyeri
|
1. Identifikasi nyeri yang
dirasakan klien (P, Q, R, S, T)
2. Pantau tanda-tanda vital.
3. Berikan tindakan kenyamanan.
Ajarkan teknik non farmakologik
(relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.
4. Berikan analgetik sesuai
indikasi
|
Menyediakan data dasar untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Memberikan dukungan
menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang
perhatian, meningkatkan rasa control diri dan kemampuan kopimg.
Titik managemen intervensi
|
|
3.
|
Resiko infeksi b.d prosedur
invasif
|
Pasien tidak mengalami infeksi
KH:
Klien bebas dari tanda-tanda
infeksi
-Klien mampu menjelaskan
tanda&gejala infeksi
|
1. Mengobservasi&melaporkan tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat,
rabas dan peningkatan suhu badan
2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika
temperature lebih dari 380C
3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu
4. Catat7laporkan nilai laboratorium
5. kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan
dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk
pembentukan system imun
|
Onset infeksi dengan system
imun diaktivasi&tanda infeksi muncul
Klien dengan netropeni tidak
memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering
merupakan satu-satunya tanda
Nilai suhu memiliki konsekuensi
yang penting terhadap pengobatan yang tepat
Nilai lab berkorelasi dgn
riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh
Dapat mencegah kerusakan kulit,
kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme
Fungsi imun dipengaruhi oleh
intake protein
|
|
4.
|
Defisit perawatan diri b.d
gejala sisa stroke
|
Klien dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri
KH:
-Klien terbebas dari bau,
dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri
|
7. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan.
8. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama
makan dan 1 jam setelah makan
9. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian
10. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering
|
Dengan menggunakan intervensi
langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien
Posisi duduk membantu proses
menelan dan mencegah aspirasi
Konservasi energi meningkatkan
toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri
Untuk meningkatkan nafsu makan
|
|
5.
|
Gangguan pola tidur b.d
lingkungan &kurangnya privasi
|
Klien dapat memenuhi kebutuhan
tiudur
KH:
Klien jarng terbangun pada
malam hari
-Klien mudah tertidur tanpa
merasa kesulitan
-Klien dapat bangun pada pagi
hari dengan segar&tidak merasa lelah
|
1. Mengkaji pola tidur klien
untuk merencanakan perawatan
2. Observasi medikasi &
diet klien
3.Bantu klien mengurangi nyeri
sebelum tidur dan posisikan klien dengan nyaman untuk tidur
4. Jaga lingkungan tenang,
misalnya menurunkan volume radio&televisi
|
Kebiasaan pola tidur adalah
individual. Data yang dikumpulkan secara komprehensif dan holistic dibutuhkan
untuk memutuskan etiologi gangguan tidur
Sulit tidur bias merupakan efek
samping medikasi
Klien mengatakan posisi yang
tidak nyaman dan nyeri adalah factor yang sering menjadi penyebab gangguan
tidur
Keramaian yang berlebih
menyebabkan gangguan tidur
|
|
7.
|
Kurang pengetahuan b.d kurang
mengakses informasi kesehatan
|
Pengetahuan klien meningkat
KH:
-Klien & keluarga memahami
tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan
|
1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar
2. Mengkaji pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang
penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar
3. Berikan materi yang paling penting pada klien
4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien
untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan
5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn
klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan
|
Proses belajar tergantung pada
situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan
Informasi baru diserap meallui
asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi
Informasi akan lebih mengena
apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek
Dukungan keluarga diperlukan
untuk mendukung perubahan perilaku
|
G. Pelaksanaan
Setelah perencanaan keperawatan disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan yang prioritas maka langkah selanjutnya
adalah pelaksanaan tindakan keperawatan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
dan merupakan tindakan yang bermanfaat bagi klien berhubungan dengan diagnosa
keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Terkait dengan
masalah yang ada pada pasien stroke, maka pelaksanaan tindakan keperawatan
ditujukan pada klien, perawat dan keluarga. Pelaksanaan pada klien meliputi
melakukan, membantu, mengarahkan kebutuhan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
kilen yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi klien pada saat itu. Pada
perawat ditujukan untuk memberikan arahan dalam melakukan tindakan keperawatan
yang berpusat pada klien sehingga tujuan dapat tercapai. Pada keluarga
ditujukan untuk memahami kebutuhan klien dan memotivasi klien untuk
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatannya.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah yang dilakukan
pertama kali adalah mengkaji kembali keadaan klien untuk menentukan
apakan tindakan keperawatan yang direncanakan masih sesuai kondisi klien saat
itu, memvalidasi rencana keperawatan untuk menentukan apakah tindakan
keperawatan yang direncanakan masih dilanjutkan atau dimodifikasi sesuai
keadaan klien saat itu, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan pada
klien baik dalam bentuk pengetahuan maupun keterampilan keperawatan serta
menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan dan mengkomunikasikan
intervensi keperawatan, selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian
catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan
dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek
legal dari dokumentasi yang dilakukan.
H. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu
dilakukan kaji ulang terhadap asuhan keperawatan yang diberikan apakah masalah
yang muncul pada klien dapat teratasi secara maksimal atau tidak untuk itu
perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi
merupakan aspek penting di dalam proses keperawatan, karena menghasilkan
kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau
dimodifikasi. Prinsip evaluasi adalah obyektivitas yaitu mengukur keadaan yang
sebenarnya, reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu mengukur
dengan tepat harus dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri
dari, mengumpulkan data keperawatan pasien, menafsirkan (mengiterprestasikan)
perkembangan pasien, membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan,
mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang
berlaku.
Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi
kwantitatif yaitu penilaian yang dilihat dari jumblah kegiatan. Evaluasi
kwalitatif yaitu evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga dimensi yang
saling terkait. Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia
/ bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi proses
(evaluasi formatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan pengalaman perawatan dan
analisa respon pasien segera setelah intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi
sumatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan suatu observasi untuk menilai
sejauh mana pencapaian tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar